'Jokowi Effect' Tak Mampu Dongkrak Suara PSI, Kenapa Parpol-parpol Baru Sulit Masuk ke Senayan?
Gagal lolos, PSI tidak sendiri, masih terdapat juga delapan partai politik lain yang gagal menembus ke senayan. Kenapa begitu sulit tembus Senayan?
Editor: Malvyandie Haryadi
Ambang batas parlemen dan sistem proporsional terbuka yang memicu biaya tinggi dinilai menghambat partai baru, terutama yang tidak berjejaring dengan pebisnis dan politikus besar.
Namun mengapa Partai Solidaritas Indonesia juga berpotensi gagal untuk kedua kalinya meski telah disokong keluarga Joko Widodo?
Mengapa pula suara Partai Perindo yang dimiliki konglomerat Hary Tanoesoedibjo tak kunjung melonjak setelah mereka merapat ke koalisi partai-partai lama dalam Pilpres 2024?
Dikutip dari BBC News Indonesia, Amalinda Savirani, pengajar di Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, menilai parpol baru hampir mustahil mendapat kursi di DPR pada keikutsertaan pertama mereka di pemilu.
Amalinda berkata, partai baru selalu terbebani untuk memenuhi syarat administratif yang diatur UU 7/2017 tentang Pemilu.
Syarat yang disebutnya adalah kewajiban sebuah partai baru untuk memiliki kepengurusan di 75% jumlah kabupaten/kota dan di 50% dari total kecamatan.
Pada saat yang sama, partai baru juga harus mempengaruhi warga untuk memilih mereka—sebuah tahap yang disebut Amalinda tidak kalah berat ketimbang tahap verifikasi administrasi.
Banyak partai baru, kata Amalinda, kerap gagal pada tahap turun ke masyarakat ini. Akibatnya, mereka tidak dapat meraih jumlah minimal suara untuk menempatkan kader di DPR.
“Jadi ini tentang infrastruktur partai politik yang gila, yang membutuhkan sumber daya dan jaringan yang masif,“ kata Amalinda.
“Verifikasi bisa diakali, tapi representasi itu berat untuk partai baru. Seberapa besar kemampuan mereka mengedukasi dan mempengaruhi warga di akar rumput untuk memilih mereka?“ ujarnya.
Merujuk tren pada beberapa pemilu terakhir, Amalinda menyebut partai baru harus bersiasat dengan perspektif jangka panjang.
Setelah pemilu pertama, partai baru bisa berfokus untuk menjalin relasi dengan warga demi melampaui ambang batas parlemen.
“Aturan ambang batas parlemen 4% hampir tidak mungkin dicapai oleh partai baru. Tapi kalau proyeksinya adalah target 10 sampai 20 tahun, sambil melakukan pengorganisasian yang mendalam, syarat itu mungkin dicapai,“ kata Amalinda.
Penuturan Amalinda sesuai dengan situasi yang terjadi di Partai Buruh. Partai yang secara resmi dibentuk pada Oktober 2021 ini diproyeksi sejumlah lembaga survei akan mendapat suara sekitar 0,6% dari total suara nasional.