Hakim Konstitusi Dilarang Cawe-cawe Saat Sidang Sengketa Pemilu 2024
Bahkan hakim dapat dikatakan sudah berpihak jika mencoba untuk menambahkan fakta di persidangan.
Editor: Hasanudin Aco
Suhartoyo juga menyoroti batas waktu 14 hari yang dimiliki Mahkamah untuk memutus
sengketa pilpres.
Ia menilai waktu 14 hari tidak ideal.
Meski demikian Suhartoyo berjanji akan memaksimalkan penanganan perkara pilpres dalam waktu yang telah ditentukan tersebut.
Untuk diketahui, batas waktu 14 hari diatur dalam Pasal 475 UU Pemilu. Sementara itu,
tenggat waktu bagi MK memutus sengketa pileg maksimal 30 hari, dan sengketa
pilkada maksimal 45 hari.
"Dalam batas penalaran yang wajar, bisa enggak MK secara komprehensif menangani
itu? Dengan berbagai, katanya, kompleksitas kecurangan atau anggapan-anggapan
ada kecurangan, bisa enggak dengan waktu 14 hari kira-kira paling nggak 2 perkara
(sengketa diputus)?" kata Suhartoyo.
"Kita tetap akan optimistis sepanjang yang secara maksimal bisa kami lakukan. Di luar
itu kan kadang-kadang itu instrumen yang di luar kemampuan kami," sambungnya.
Suhartoyo kemudian mengatakan, berdasarkan sejumlah pengalaman pada sengketa
pilpres sebelumnya, terdapat banyak sekali permintaan untuk menghadirkan saksi.
Di sisi lain, para pemohon bisa saja menyampaikan puluhan hingga ratusan dalil
kecurangan.
Namun, Suhartoyo menjelaskan pendapatnya berkaitan dengan waktu 14
hari yang ada.
"Kita bisanya hanya mendengar 15 saksi kan. Iya kan? Yang 2019 coba ingat. Nah
sekarang (misalnya) ada 1000 dalil, saksinya harus 1000, kapan kita mau periksa 1000
saksi itu?" ujar Suhartoyo.
Padahal, ia menekankan setiap dalil harus dibuktikan di dalam persidangan.
Diantaranya melalui pembuktian dengan surat, keterangan saksi, hingga ahli.Terlebih,
kata Ketua MK itu, dimensi penyelenggaraan pilpres sangat luas dan kompleks.
Hal ini, menurutnya, berbeda dengan sengketa pileg yang terbatas pada cakupan dapil
tertentu, atau pilkada pada cakupan provinsi dan kabupaten/kota tertentu saja,
sementara sengketa pilpres mencakup seluruh Indonesia.
"Apa kita mau mendengar 100 saksi, kapan waktunya, 14 hari? Apalagi dua perkara
misalnya, bagi dua saja 7 hari kerja dan 7 hari kerja (masing-masing harus sudah
putus)," kata Suhartoyo.