Respons KPU Soal Saksi 01 dan 03 yang Enggan Tandatangani Formulir Hasil Penghitungan Suara
Hasil rekapitulasi penghitungan suara bakal tetap sah bahkan ketika ada saksi yang tidak menandatangani formulir D hasil tingkat provinsi.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota KPU RI, August Mellaz mengatakan, hasil rekapitulasi penghitungan suara bakal tetap sah bahkan ketika ada saksi yang tidak menandatangani formulir D hasil tingkat provinsi.
Pernyataan ini merupakan respons Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI atas adanya catatan khusus dalam proses rekapitulasi suara di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) atas saksi pasangan capres-cawapres yang enggan membubuhi tanda tangan pada formulir D hasil tingkat provinsi.
August Mellaz menilai hal itu wajar karena tidak semua peserta pemilu memiliki saksi saat penghitungan suara.
"Ada juga yang tidak menandatangani segala macam atau misalnya saksinya memang tidak ada," kata August di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2024).
Meski begitu, ia menegaskan penghitungan suara tanpa saksi tetap sah karena adanya dokumen-dokumen otentik seperti formulir C hasil dan D hasil.
"Iya dong (tetap sah)," tandas August.
Sebelumnya, rapat pleno terbuka mengungkapkan saksi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar tidak mau menandatangani formulir D hasil dan berita acara di tingkat Provinsi Sumsel.
Hal itu merupakan catatan pihak KPU Provinsi Sumsel selama yang disampaikan dalam rapat pleno rekapitulasi suara nasional dalam negeri di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin hari ini.
Ketua KPU Sumsel Andika Pranata Jaya mengatakan saksi Anies-Muhaimin enggan tanda tangan karena menganggap pencalonan Gibran Rakabuming Raka tidak sah.
Saksi Anies-Muhaimin juga sempat melaporkan keberatan mereka usai pemungutan suara. Namun, Bawaslu menolak laporan tersebut karena dianggap tidak memenuhi syarat.
"Bahwa paslon nomor urut 2 melanggar batas usia cawapres serta terdapat dugaan intervensi terhadap putusan MK nomor 90/2023 yang dibuktikan dengan uraian dissenting opinion hakim MK dan putusan MKMK yang menyatakan ketua MK melanggar kode etik," kata Andika.
Hal yang sama juga dilakukan oleh saksi dari pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Andika mengatakan saksi Ganjar-Mahfud merasa keberatan karena menganggap Pilpres 2024 telah mencederai sistem demokrasi yang sudah dibangun selama ini.
Kubu paslon nomor 3 juga menilai ada rekayasa hukum, keterlibatan aparat, penyalahgunaan bansos, praktik intimidasi, dan politik uang dalam Pilpres 2024.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.