Tak Libatkan Masyarakat dalam Perbaikan Data DPS, PPLN Kuala Lumpur Hanya Minta Masukan ke Parpol
Jaksa mengungkapkan, PPLN Kuala Lumpur hanya mengumumkan data DPS melalui media sosial Facebook. Sehingga, tidak didapatkannya masukan dari masyarakat
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebut panitia PPLN Kuala Lumpur tak libatkan masyarakat dalam tahap perbaikan Daftar Pemilih Sementara (DPS).
Hal tersebut berdasarkan dakwaan JPU terhadap tujuh terdakwa kasus dugaan tindak pidana pemilu itu, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Rabu (13/3/202).
Baca juga: 7 PPLN Kuala Lumpur Didakwa Melakukan Pemalsuan Data Daftar Pemilih Pemilu 2024
Jaksa mengungkapkan, PPLN Kuala Lumpur (KL) hanya mengumumkan data DPS melalui media sosial Facebook. Sehingga, tidak didapatkannya masukan dari masyarakat terhadap daftar pemilih sementara itu.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 67 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2022.
"Bahwa setelah PPLN KL menetapkan DPS, seharusnya PPLN mengumumkan Data
DPS tersebut di Kantor Perwakilan Republik Indonesia selama 14 hari untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (1) PKPU Nomor 7 Tahun 2022, akan tetapi PPLN hanya mengumumkan data DPS tersebut di story dan feed Facebook, sehingga tidak ada masukan dan tanggapan dari masyarakat," kata JPU, membacakan surat dakwaan, Rabu ini.
Baca juga: Jadi Tahanan Kota, Tersangka PPLN Kuala Lumpur Disidang Pekan Depan
Lebih-lebih, Jaksa menuturkan, perbaikan DPS yang dilakukan PPLN Kuala Lumpur hanya mendapat masukan dari sejumlah perwakilan partai politik (parpol), yang bahkan tidak berdasarkan data-data yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Bahwa tahap selanjutnya adalah PPLN KL melakukan perbaikan data DPS, namun PPLN KL melakukan perbaikan DPS hanya didasarkan pada masukan dan partai politik yang tidak berdasarkan data yang valid, yang seharusnya menunjukkan
dan menyerahkan salinan KTP-el, KK, Paspor atau Surat Perjalanar Laksana Paspor dari Pemilih yang informasinya diusulkan untuk diperbaiki, serta mengisi formulir Model A-Tanggapan LN, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 68 ayat (3) PKPU Nomor 7 Tahun 2022," jelas Jaksa Penuntut Umum.
Data DPS hasil perbaikan itu, katanya, oleh terdakwa III yang merupakan anggota PPLN KL Divisi Data dan Informasi Terdakwa III Dicky Saputra yang dibantu oleh Fajar melanjutkan proses sinkronisasi tanpa melakukan verifikasi kepada pemililh yang informasinya diusulkan dalam masukan dan
tanggapan tersebut.
Jaksa menilai, hal itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 68 ayat (4) PKPU Nomor 7
Tahun 2022. Namun, pada tanggal 12 Mei 2023, data hasil perbaikan itu ditetapkan melalui Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).
"Sehingga jumlah DPS yang ditetapkan menjadi
DPSHP sebanyak 442.526 pemilih," kata Jaksa.
Lebih rinci, jumlah DPSHP PPLN Kuala Lumpur itu sebagai berikut:
1. TPS-LN berjumlah 438.665;
2. Kotak Suara Keliling berjumlah 525;
3. POS berjumlah 3.336;
Jumlah 442.526 pemilih
Selanjutnya, DPSHP yang sudah ditetapkan dalam rapat pleno tersebut dilaporkan ke KPU RI melalui aplikasi SIDALIH.
"Bahwa kemudian DPSHP yang telah ditetapkan sebagaimana Berita Acara Nomor
008/PP.05.1.BA/078/2023 tanggal 12 Mei 2023 tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih
Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) Tingkat PPLN Kuala Lumpur disertai Data Daftar
Pemilih Sementara yang di kirim ke KPU RI tersebut merupakan data yang tidak valid dan tidak dapat dipertanggungjawabkan," tutur Jaksa.
Untuk diketahui, ketujuh terdakwa, yakni Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur (KL) dan enam anggotanya: Tita Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad.
Baca juga: Jadi Tahanan Kota, Tersangka PPLN Kuala Lumpur Disidang Pekan Depan
Mereka diduga telah memalsukan data dan daftar pemilih untuk wilayah Kuala Lumpur.
"Dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan," kata Jaksa, saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Jaksa menjelaskan, hal itu berawal sejak tahap penyusunan daftar pemilih Kuala Lumpur, dimana para terdakwa menerima Data Penduduk Pontensional Pemilih (DP4) sebanyak 493.856 dari KPU RI. Adapun data tersebut menjadi dasar untuk dilakukannya pencocokan dan penelitian (coklit).
Hasil coklit yang dilaksanakan oleh Pantarlih, menunjukkan bahwa Daftar Pemilih di Kuala Lumpur itu hanya sebanyak 64.148 pemilih. Jumlah pemilih tercoklit tersebut sempat dikomplain beberapa perwakilan parpol, pada rapat penetapan DPS.
"Namun, PPLN KL memutuskan agar data DP4 yang belum tercoklit dijadikan Daftar Pemilih Sementara (DPS), kemudian dikurangi data tidak memenuhi syarat (TMS), kemudian ditambah dengan data pemilih tercoklit. Sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS, sebanyak 491.152 pemilih, yang mana hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdsarkan Data Hasil Coklit yang telah diverifikasi," ucap Jaksa.
"Bahwa akibat perbuatan para terdakwa yang memasukan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil coklit ke dalam daftar pemilihan sementara (DPS) menjadi daftar pemilihan sementara hasil perbaikan (DPSHS) dan kemudian ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap (DPT) serta memindahkan daftar pemilih metode TPS ke metode KSK dan POS. Dalam kondisi data dan alamat tidak jelas atau tidak lengkap sehingga mengakibatkan untuk metode pos surat suara yang dikirim sebesar 154.629 namun kembali ke pengirim sebanyak 81.253 suara," sambungnya.
Atas perbuatannya, para terdakwa tersebut terancam dijerat pidana dalam pasal 554 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.