Ketua DPP Perindo: Praktik Politik Uang Terjadi Secara Gila-gilaan di Pemilu 2024
Yusuf Lakaseng menduga bahwa praktik politik uang merupakan pelanggaran pemilu yang terang-terang terjadi pada Pemilu 2024.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP bidang Politik Partai Perindo Yusuf Lakaseng menduga bahwa praktik politik uang merupakan pelanggaran pemilu yang terang-terang terjadi pada Pemilu 2024.
Bahkan, dia menemukan langsung praktik politik uang yang dilakukan salah satu partai politik di kampungnya, di Sulawesi Tengah.
Sehingga, dia pun menilai bahwa praktik politik uang berlangsung secara gila-gilaan pada pemilu kali ini.
Hal itu disampaikan Yusuf Lakaseng saat diskusi bertajuk 'Utak-Atik Perolehan Suara Parpol dan Caleg Hasil Pemungutan Suara Pemilu 2024, Benarkah?' yang dipandu oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Jumat (15/3/2024).
"Memang kita temukan di lapangan itu yang paling kalau urusan pileg ya, yang paling mendominasi pelanggaran pemilu adalah politik uang ya gila-gilaan," kata Yusuf Lakaseng.
"Ada satu partai yang bahkan dia paket, coblos suara DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten, Rp 300-500 ribu itu di satu paket, itu di kampung saya di Sulawesi Tengah," sambung dia.
Tak hanya itu, dia juga menemukan bahwa justru konsituen atau pemilih yang meminta langsung kepada Caleg. Sehingga, dia sangat menyayangkan praktik semacam ini dianggap suatu hal yang normal.
"Jadi memang politik uangnya itu ternormalisasi ya, jadi menjadi sesuatu yang normal bahkan komsituennya meminta ke caleg 'Eh ini kita sekian orang ini, butuh disiram sekian angka tertentu'. Jadi memang kerusakannya di situ Pemilu itu," tegasnya.
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud ini juga menikai, bahwa praktik politik uang sangat berpengaruh dengan hasil pemilu dan keadaban demokrasi.
Padahal, kata dia, Pemilu adalah kontestasi ide dan program.
"Tidak boleh ada yang lain-lain karena ketika kekuasaan berjalan pasca pemilu maka anggaran dipakai itu adalah anggaran pajak rakyat, anggaran negara bukan anggaran orang perorang yang akan dibelanjakan," ungkap Yusuf.
"Maka ide yang harus disampaikan adalah apa pikiran, dia program dia untuk memakai anggaran itu untuk kepentingan memajukan kesejahteraan publik, itu mestinya esensi pemilu itu. Nah itu kita tidak dapatkan," pungkasnya.