Romo Magnis Nilai Presiden Seperti Mafia Jika Gunakan Kekuasaan untuk Untungkan Pihak Tertentu
Ia menjelaskan, presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Oleh karena itu, menurut Romo Magnis, ada hal yang dituntut dari sosok presiden,
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Filsafat STF Driyakara, Franz Magnis Suseno, menilai seorang presiden dapat diibaratkan seperti mafia, jika menggunakan kekuasaannya untuk menguntungkan pihak tertentu.
Hal itu disampaikan Franz Magnis, yang hadir sebagai ahli yang dihadirkan Pemohon II, Ganjar-Mahfud, dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres beragendakan mendengar keterangan saksi dan ahli, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (2/4/2024).
"Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip dengan pimpinan organisasi mafia," kata pria yang kerap disapa Romo Magnis itu, dalam persidangan, Selasa.
"Di sini dapat diingatkan bahwa wawasan etis presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945," tambahnya.
Ia menjelaskan, presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Oleh karena itu, menurut Romo Magnis, ada hal yang dituntut dari sosok presiden, khususnya yakni dari sudut etika.
Kemudian, Romo Magnis juga menyampaikan, presiden harus menunjukkan kesadaran bahwa yang menjadi tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa.
"Segala kesan, bahwa ia misalnya menggunakan kekuasaannya demi keuntungannya sendiri atau demi keuntungan keluarganya adalah fatal," ucap Franz Magnis.
Oleh karena itu, katanya, seorang presiden harus menjadi milik semua masyarakat.
"Bukan hanya misalnya milik mereka yang memilihnya. Kalaupun ia misalnya berasal dari satu partai, begitu ia menjadi presiden segenap tindakannya harus demi keselamatan semua," tutur filsuf Magnis.
Baca juga: BREAKING NEWS: Mensos Tri Rismaharini Buka Suara soal Rencana Bersaksi di Sidang MK
Ia juga menyebut, seorang presiden tidak cukup hanya bersikap tidak melanggar hukum. Sebab, kata Magnis, begitu berkuasa, presiden bisa memberi perintah menentukan keselamatan dan kegagalan hidup dan mati seseorang.
"Agar kita memercayakan diri ke tangan orang yang begitu berkuasa, agar kita merasa aman dengan dia, seorang presiden harus membuktikan diri sebagai orang yang naik, berwawasan kebangsaan, bijaksana, jujur adil."
Sebelumnya, kubu Pemohon II atau paslon 3 Pilpres 2024, Ganjar-Mahfud, menjalani sidang pembuktian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), pada Selasa (2/4/2024).
Baca juga: Perintah Prabowo: Jangan Menyerang Sosok Ibu Mega
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan batasan sebanyak 19 saksi dan ahli yang dapat dihadirkan Pemohon.
Kuasa hukum Pemohon II, Todung Mulya Lubis menyampaikan, pihaknya menggunakan sepenuhnya kuota yang ditetapkan MK.
"Ada 10 saksi fakta dan 9 ahli. Total ada 19 ya," kata Todung, di gedung MK, Jakarta, Selasa ini.
Adapun 10 saksi yang dimaksud, nama-namanya yakni:
1. Dadan Aulia Rahman
2. Endah Subekti Kuntariningsih
3. Pami Rosidi
4. Hairul Anas Suaidi
5. Memed Ali Jaya
6. Mukti Ahmad
7. Maruli Manunggang Purba
8. Sunandi Hartoro
9. Suprapto
10. Nendy Sukma Wartono
Sedangkan, berikut sembilan ahli yang dihadirkan:
1. Dekan FH UB, Aan Eko Widiarto
2. Pakar hukum tata negara, Universitas Andalas, Charles Simambura
3. Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Padjadjaran, Didin Damanhuri
4. Profesor Filsafat STF Driyakara, Franz Magniz Suseno
5. Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk
6. Mantan anggota KPU RI, I Gusti Putu Artha
7. Dosen TI Universitas Pasundan, Leony Lidya
8. Sosiolog Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial, Risa Permana Deli
9. Suharto
Baca juga: Jadwal Lengkap dan Tahapan Pilkada Serentak 2024, November Mulai Coblosan
Sebagai informasi, gugatan yang diajukan Tim Hukum Ganjar-Mahfud teregister dengan nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
Sebelumnya, MK telah mendengarkan keterangan demi keterangan dari saksi dan ahli yang dihadirkan Pemohon I, yakni kubu Anies-Muhaimin, pada Senin (1/4/2024) kemarin.