Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Todung Mulya Lubis Beberkan 12 Fakta Tak Terbantahkan pada Sidang PHPU di MK

12 fakta tersebut muncul dari dalil-dalil pemohon yang didukung dengan bukti-bukti, namun tidak dapat disangkal keberadaannya oleh KPU, Bawaslu

Penulis: Yulis
Editor: Erik S
zoom-in Todung Mulya Lubis Beberkan 12 Fakta Tak Terbantahkan pada Sidang PHPU di MK
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Ketua Deputi Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyampaikan 12 fakta yang tidak disangkal dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Tim Hukum Ganjar-Mahfud juga mencatat setidaknya ada 9 fakta yang disengketakan oleh Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu merujuk pada dokumen-dokumen maupun keterangan-keterangan lisan yang disampaikan di persidangan PHPU.

Pertama, pemenuhan terhadap formalitas permohonan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Kedua, kewenangan MK untuk memeriksa di luar hasil penghitungan suara, sesuai keterangan ahli Pihak Terkait, yakni A. Muhammad Asrun, Aminuddin Ilmar, Abdul Chair Ramadhan, dan Eddy O.S. Hiariej.




Ketiga, kondisi yang menjadi syarat penggunaan kewenangan MK untuk memeriksa pelanggaran terstruktur, sistematis, dan massif (TSM), yaitu adanya laporan yang diajukan kepada Bawaslu, berdasarkan keterangan keterangan ahli Pihak Terkait, Aminuddin Ilmar, dan Abdul Chair Ramadhan.

Baca juga: Ray Rangkuti dan Todung Dorong Elite Parpol Ajukan Hak Angket, Jangan Hanya Manis di Bibir

Keempat, bisa tidaknya terjadi peralihan beban pembuktian dari Pemohon kepada Termohon, sesuai keterangan ahli Pihak Terkait, Eddy O.S. Hiariej.

Kelima, bisa atau tidaknya putusan dalam sengketa pemilihan umum kepala daerah digunakan dalam sengketa pemilihan umum presiden dan wakil presiden, termasuk diskualifikasi pasangan calon. Hal itu berdasarkan keterangan Ahli Pihak Terkait, A. Muhammad Asrun, dan Margarito Kamis.

Keenam, perlu tidaknya perubahan terhadap peraturan Termohon (KPU) sebagai akibat dari berlakunya putusan MK. Hal itu sesuai keterangan Ahli Pihak Terkait, A. Muhammad Asrun, Margarito Kamis, dan Ahmad Doli Kurnia T.

BERITA TERKAIT

Ketujuh, ada tidaknya kekosongan hukum di dalam UU Pemilu sehubungan dengan nepotisme yang melahirkan abuse of power terkoordinasi sebagai pelanggaran TSM. Hal ini sesuai keterangan Pihak Terkait Eddy O.S. Hiariej.

Kedelapan, tidak efektifnya penyelenggara pemilihan umum dalam melaksanakan tugasnya selama Pilpres 2024, berdasarkan Keterangan Saksi Pemohon Memed Alijaya, dan Sunandiantoro, serta Keterangan Saksi Bawaslu, Zacky M. Zamzam.

Kesembilan, ada atau tidaknya nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo sebelum dan selama perhelatan Pemilu 2024, yang dilihat dari segi penunjukan dan mobilisasi terhadap Pj. kepala daerah untuk tujuan pemenangan Pihak Terkait dalam Pilpres 2024.

Selain itu, terkait pembagian bantuan sosial oleh Presiden Joko Widodo memiliki dampak elektoral terhadap Pihak Terkait dalam Pilpres 2024.

Berdasarkan fakta yang disengketakan Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu, Todung menyampaikan dalam tataran praktis MK berwenang untuk memeriksa pelanggaran TSM yang terjadi dalam Pilpres 2024.

Selain itu, fakta persidangan dan keterangan ahli juga menunjukkan bahwa terbukti bahwa Presiden Jokowi melakukan nepotisme dalam penyelenggaraan Pilpres 2024.

Selain itu, Todung juga mengungkapkan, 3 skema nepotisme yang Pemohon dalilkan di dalam permohonan PHPU. Ketiga skema itu, pertama, nepotisme yang dilakukan untuk memastikan Gibran Rakabuming Raka memiliki dasar untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas