Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Putuskan Sengketa Pilpres 2024 Awal Pekan Depan MK Diharapkan Tak hanya Jadi Corong Undang-Undang 

Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum UI Sulistyowati Irianto angkat bicara soal putusan sengketa Pilpres 2024 yang digelar awal pekan depan.

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Putuskan Sengketa Pilpres 2024 Awal Pekan Depan MK Diharapkan Tak hanya Jadi Corong Undang-Undang 
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto (Kanan). Sulistyowati Irianto angkat bicara terkait putusan sengketa Pilpres 2024 yang akan digelar awal pekan depan.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto angkat bicara terkait putusan sengketa Pilpres 2024 yang akan digelar awal pekan depan. 

Diketahui sidang pembacaan putusan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) akan digelar pada Senin, 22 April 2024 mendatang.

Sulis berharap nantinya hakim MK pada putusannya tak hanya jadi corong Undang-Undang.




"Hakim MK itu memikirkan sesuatu pertimbangan yang melampaui analisis doktrinal. Itu artinya apa MK tidak sekedar menjadikan diri sebagai corong Undang-Undang saja," kata Sulis dalam acara Landmark Decision MK, Jakarta, Jumat (19/4/2024).

Dan tentu saja, kata Sulis sebagai penjaga gerbang terdepan konstitusi. MK harus mempertahankan konstitusi biarpun langit runtuh konstitusi harus tetap tegak.

"Terutama ada pasal 22 E yang menyatakan asas pemilu langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. Itu perintah konstitusi," tegasnya.

Baca juga: Jelang Putusan Sengketa Pilpres 2024, Sudirman Said Berharap Ini kepada MK

Jadi artinya MK, kata Sulis dengan otoritas yang begitu besar hakim-hakimnya itu bisa mengesampingkan segala macam produk Undang-Undang. Yang bertentangan dari asas pemilu di MK.

BERITA TERKAIT

"Semua produk-produk di bawah konstitusi, prosedural formal maupun substansinya. Itu harus bisa dikesampingkan yang tidak sesuai dengan perintah konstitusi," jelasnya.

Kemudian Sulis menegaskan bahwa jika MK memilih menjadi corong UU itu sudah ketinggalan zaman.

"Kenapa? Karena Undang-Undang tidak pernah bisa mengejar perkembangan dan perubahan masyarakat yang begitu cepat. Terutama karena ada temuan sains dan teknologi digital," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas