Gerindra Respons Kritikan Ganjar soal Wacana Prabowo Bentuk 40 Kementerian
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman merespons kritikan mantan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo terkait wacana penambahan kementrian.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, merespons kritikan mantan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo terkait wacana penambahan kementerian.
Sebelumnya, mengemuka wacana penambahan jumlah kementerian menjadi 40 pada pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Ganjar menilai, keinginan Prabowo menambah jumlah kementerian bukanlah langkah yang tepat.
Ia menyebut, hal itu itu tidak sesuai dengan undang-undang.
Menanggapi kritikan tersebut, Habiburokhman menuturkan bahwa penambahan pos kementerian tidak melanggar peraturan undang-undang.
Sebab, bisa diubah melalui legislative review atau proses legislasi, maupun lewat judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya belum tahu apakah akan ada kementerian untuk kabinet Pak Prabowo, tetapi kalau toh ada usulan untuk penambahan kementerian, tentu di undang-undangnya bisa disesuaikan dengan ketentuan konstitusi.
"Tinggal nanti kita lihat situasi seperti apa, kalau diubah bisa lewat legislative review lewat perubahan atau bisa judicial review," kata Habiburokhman, Rabu (8/5/2024).
Namun kata Habiburokhman, jadi tidaknya menambah kementerian tergantung kebijakan presiden terpilih.
"Yang paham dan tahu betul kepentingan berubah atau tidaknya adalah presiden," pungkasnya.
Sebelumnya, Ganjar lantang mengkritik wacana 40 Kementerian Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Baca juga: Wacana Bentuk 40 Kementerian, Siapa Saja Menteri Kalangan Profesional yang Berpeluang Dipilih Lagi?
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu, mengingatkan soal ketentuan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
"Setahu saya. Undang-undang itu sudah membatasi jumlahnya, maka kalau lebih dari itu tidak cocok dan tidak sesuai dengan undang-undang," kata Ganjar, Selasa (7/5/2024).
Menurutnya, hal ini bukan langkah yang tepat jika hanya untuk politik akomodasi atau mengakomodir para elite partai pendukung.
Sebab, kata Ganjar, politik akomodasi juga tak sesuai dengan semangat perjuangan sebagaimana dituliskan dalam Undang-undang 1945.
"Maka kalau mau akomodasi dari kelompok-kelompok yang sudah mendukung tentu tempatnya tidak di situ. Saya kira pasangan terpilih pasti bisa sangat bijaksana," ujar Ganjar.
Lebih lanjut, Ganjar menegaskan, bahwa susunan kabinet pemerintahan paling baik adalah diisi para ahli yang bisa merespons perubahan.
"Makanya kalau dalam konteksnya bagi-bagi kue, politik akomodasi pasti tidak sesuai dengan spirit perjuangan kita yang dituliskan dalam undang-undang, yang paling bagus itu kabinet ahli dan efisien dan bisa merespon perubahan-perubahan," jelasnya.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Theresia Felisiani)