Guru Besar Ilmu Hukum Konstitusi: Wajib PSU Jika Ada Kejadian Kotak Suara Rusak dan Diganti
Jika ada syarat administrasi yang tidak terpenuhi, maka hal itu berdampak pada masalah maladministrasi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar bidang Ilmu Hukum Konstitusi Universitas Pakuan Bogor, Prof Muhammad Andi Asrun mengatakan rusaknya kotak suara dan bergantinya kotak suara di tengah tahapan pemungutan suara, sudah memenuhi prasyarat untuk digelarnya pemungutan suara ulang (PSU).
Apalagi kata Asrun, adanya berita acara penghitungan suara yang ditandatangani oleh saksi yang tidak mendapatkan mandat.
Baca juga: Pilpres Rusia Ricuh, TPS Dibakar Massa Hingga Kotak Suara Disiram Tinta
Hal ini disampaikan Asrun saat hadir sebagai saksi ahli dari pihak pemohon perkara nomor 06-04/PHPU.DPD-XXII/2024 terkait perselisihan hasil pemilu anggota DPD Provinsi Riau 2024, di ruang sidang panel I Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2024).
“Pertanyaan pemohon, apakah rusaknya kotak suara dan bergantinya kotak suara apakah menjadi syarat PSU? Saya jawab iya, dan kondisi prasyarat untuk PSU ini ditambah dengan adanya berita acara yang ditandatangani oleh saksi yang tidak pakai mandat,” kata Asrun.
Asrun menyatakan bahwa pemilihan umum merupakan kegiatan administratif. Sehingga segala syarat administrasi harus terpenuhi dalam setiap tahapannya. Jika ada syarat administrasi yang tidak terpenuhi, maka hal itu berdampak pada masalah maladministrasi.
Baca juga: 14 Warga di Bima NTB Tersangka Kasus Perusakan TPS & Pembakaran Kotak Suara, 10 di Antaranya DPO
Maladministrasi ini lanjutnya, membawa konsekuensi tidak sahnya dokumen hasil proses administrasi yang tidak terpenuhi. Sehingga, permasalahan adanya dokumen yang ditandatangani saksi yang tidak mendapatkan mandat, maka berakibat pada tidak sahnya dokumen yang ditandatangani tersebut.
“Sekaligus menjawab pertanyaan termohon, bahwa memang kegiatan pemilu ini adalah kegiatan administratif. Artinya segala syarat administrasi itu harus terpenuhi, kalau tidak terpenuhi maka muncul masalah maladministrasi,” ungkap Asrun.
“Maladministrasi ini membawa konsekuensi menjadi tidak sah dokumen itu, kualifikasinya begitu,” lanjutnya.