5 Gugatan Dikabulkan MK di Sidang PHPU Pileg: Hukum Kades, Perintahkan PSU dan Diskualifikasi Caleg
Dari 15 perkara, sebanyak 5 permohonan sengketa PHPU Pemilu 2024 diterima MK, sementara sisanya 10 permohonan ditolak.
Penulis: Dewi Agustina
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, membacakan putusan Perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif Nomor 125, di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Mahkamah juga secara tegas membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024, bertanggal 20 Maret 2024, sepanjang menyangkut perolehan suara untuk Calon Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Dapil Gorontalo 6.
"Menyatakan hasil perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD Provinsi Gorontalo sepanjang Dapil Gorontalo 6 harus dilakukan pemungutan suara ulang," ucap Suhartoyo.
Mahkamah memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang pada seluruh TPS di Dapil Gorontalo 6 untuk pengisian anggota DPRD Provinsi Gorontalo dengan terlebih dahulu memerintahkan partai politik peserta pemilihan umum anggota DPRD Provinsi Gorontalo di Dapil Gorontalo 6 yang tidak memenuhi syarat minimal calon perempuan untuk memperbaiki daftar calon sehingga memenuhi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Setelah pemungutan suara ulang dilakukan, Mahkamah menyebut, dapat dilanjutkan dengan penetapan perolehan suara hasil pemungutan suara ulang tersebut dalam waktu paling lama 45 hari sejak pengucapan Putusan a quo, tanpa perlu melaporkan kepada Mahkamah.
Dalam hal ini, MK juga memerintahkan Bawaslu RI untuk melakukan pengawasan dan Polri untuk melakukan pengamanan pelaksanaan pemungutan suara ulang di Dapil Gorontalo 6 itu.
Dalam pertimbangan hukum, Mahkamah menekankan, KPU RI seharusnya dapat segera menerapkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 tentang ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam menetapkan DCT.
Hakim Konstitusi menyoroti, ketika KPU RI tidak mengubah PKPU 10/2023 dengan mengabaikan Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 telah menyebabkan beberapa jajaran KPU di tingkat bawah tetap menetapkan DCT anggota DPRD sekalipun terdapat sejumlah partai politik yang tidak memenuhi kuota keterwakilan perempuan 30 persen.
"Ke depan, untuk pemilu-pemilu berikutnya, bagi dapil yang tidak memenuhi syarat minimal 30 persen calon perempuan, KPU memerintahkan kepada partai politik peserta pemilu untuk memperbaiki daftar calon. Jika tetap tidak terpenuhi, KPU harus mencoret kepesertaan partai politik tersebut dalam pemilu pada dapil yang bersangkutan," tegas Mahkamah.
4. MK Kabulkan Permohonan Pemilu Ulang Caleg DPRD Gerindra
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi kabulkan permohonan pemilu ulang Hendry Juanda Caleg DPRD Partai Gerindra nomor urut 1 Dapil Cianjur 3 Tahun 2024.
Dalam uraian pertimbangan, majelis hakim menyoroti putusan Pengadilan Negeri Cianjur yang menyatakan kepala desa Mentengsari bernama Soemantri, melakukan pencoblosan ulang terhadap surat suara yang telah dicoblos sebelumnya.
Adapun akibat tindakan tersebut terdakwa divonis 9 bulan penjara dan denda Rp 5 juta.
"Dalam permohonannya pemohon meminta pembatalan keputusan KPU 360/2024 terkait perolehan suara calon anggota DPRD Kabupaten Cianjur Dalil Cianjur 3," kata hakim Daniel di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Hakim Daniel melanjutkan bahwa pemohon mendalilkan terdapat penambahan perolehan suara caleg Gugun Gunawan di TPS 12, 13, 14, 15 dan 16 Desa Mentengsari kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur.
Hal itu karena adanya pencoblosan surat suara di luar waktu yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh Kepala Desa Mentengsari dan oknum KPPS.
"Pencoblosan surat suara di luar waktu disebut disebabkan penggelembungan suara Gugun Gunawan dan tidak terdapat persebaran suara kepada calon dan partai lainnya," kata Daniel.
"Mahkamah mempertimbangkan terhadap tindakan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Kepala Desa mentengsari bernama Somantri dengan melakukan pencoblosan ulang terhadap surat suara yang telah dicoblos sebelumnya. Tidak dibantah oleh termohon," lanjutnya.
Kemudian lanjut Daniel hal itu berdasarkan putusan pengadilan negeri Cianjur nomor 144 2024 yang dibacakan pada sidang terbuka 17 Mei 2024.
"Mengatakan terdakwa Sumantri kepala desa mentengsari telah terbentuk secara sah dan meyakinkan bersalah. Melakukan tidak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu dapat tambahan perolehan suara," ucapnya.
Dikarenakan tindakan pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan oleh Kepala Desa mentengsari bernama Sumantri, kata Hakim Daniel. Terbukti melakukan pencoblosan dua kali terhadap surat suara di TPS 15 Mentengsari berdasarkan putusan pengadilan.
"Menurut Mahkamah seharusnya dipulihkan proses pemilu yang telah dicederai oleh tindakan pidana yang dilakukan kepala desa tersebut," jelasnya.
Atas hal itu Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon.
"Mengabulkan permohonan pemohon sebagian. Menyatakan hasil perolehan suara calon anggota dewan DPRD Cianjur 3 harus dilakukan pemungutan suara ulang dan perhitungan ulang," ucap Suhartoyo, di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
"Membatalkan keputusan KPU 360/2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum. Perintahkan Pemilu ulang calon anggota legislatif DPRD, TPS 15 Desa Mentengsari, Cianjur dalam waktu 30 hari kerja," tegasnya.
5. MK Kabulkan Sebagian Gugatan PPP: Caleg DPRD Tarakan dari Golkar Didiskualifikasi hingga PSU
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif yang dimohonkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di daerah pemilihan atau dapil Kota Tarakan 1.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan hal tersebut melalui Putusan sengketa pileg Nomor 226-01-17-24/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024. PPP selaku Pemohon mendalilkan terjadinya pelanggaran administratif Pemilu yang dilakukan oleh Calon Anggota Legislatif atas nama Erick Hendrawan Septian Putra dari Partai Golongan Karya (Golkar).
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," tutur Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan perkara sengketa pileg, di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Dengan demikian, MK menyatakan diskualifikasi Erick Hendrawan Septian Putra sebagai calon anggota DPRD Kota Tarakan dapil Kota Tarakan 1 dalam Pemilihan Umum anggota DPRD Kota Tarakan dapil Kota Tarakan 1 Tahun 2024.
Mahkamah Konstitusi juga membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPRD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum 2024, sepanjang perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan Daerah Pemilihan Kota Tarakan 1.
Sehingga, Mahkamah memerintahkan KPU, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum Kota Tarakan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) hanya untuk satu jenis surat suara, yaitu Surat Suara DPRD Kabupaten/Kota tanpa mengikutsertakan Erick Hendrawan Septian Putra.
Sesuai peraturan perundang-undangan, KPU diberi waktu paling lama 45 hari sejak Putusan a quo diucapkan untuk menggelar PSU dan menetapkan perolehan suara hasil pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan Daerah Pemilihan Kota Tarakan 1 tanpa perlu melaporkan kepada Mahkamah.
Dalam pertimbangan hukum, Mahkamah menilai, Erick Hendrawan Septian Putra tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1 karena telah terbukti melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 5 tahun dan belum memenuhi ketentuan masa jeda 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
"Serta yang bersangkutan tidak secara jujur atau terbuka mengumumkan kepada publik mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana. Oleh karena itu, terhadap Erick Hendrawan Septian Putra harus dinyatakan tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1," ucap Hakim Konstitusi.
Erick merupakan calon yang perolehan suaranya berpotensi menjadi salah satu calon terpilih.
Fakta tersebut, kata Mahkamah, tidak berarti calon yang perolehan suaranya berada pada urutan berikutnya dapat serta merta menggantikan posisi peringkat perolehan suara Erick Hendrawan Septian Putra.
Oleh karena itu, untuk menghormati dan melindungi hak konstitusional suara pemilih yang telah memberikan suaranya kepada Erick Hendrawan Septian Putra, dan demi meneguhkan kembali legitimasi atau dukungan rakyat kepada calon yang kelak akan terpilih dan menjadi anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1, maka Mahkamah menilai untuk dilakukan PSU.
"Maka Mahkamah berpendapat harus dilaksanakan pemungutan suara ulang hanya untuk 1 (satu) jenis surat suara, yaitu Surat Suara DPRD Kabupaten/Kota dalam pemilihan anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1 dengan tidak mengikutsertakan Erick Hendrawan Septian Putra," tegas Mahkamah.
Dalam permohonannya, PPP mendalilkan terjadinya pelanggaran administratif Pemilu yang dilakukan oleh Calon Anggota Legislatif atas nama Erick Hendrawan Septian Putra dari Partai Golkar.
Hal tersebut berdasarkan Putusan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Tarakan Nomor 002/LP/ADM.PL/BWSL/KOTA/24.01/III/2024 tanggal 19 Maret 2024 tentang Dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu dengan amar menyatakan terlapor atas nama Erick Hendrawan Septian Putra secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif Pemilu dan menyatakan terlapor atas nama Erick Hendrawan Septian Putra tidak memenuhi syarat sebagai daftar calon tetap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan Daerah Pemilihan Tarakan 1 pada Pemilu 2024.
Meskipun telah ada putusan Bawaslu, menurut Pemohon PPP, Termohon KPU tidak memperhatikan dan melaksanakan putusan Bawaslu dengan melakukan penetapan hasil Pemilu Anggota DPRD Kota Tarakan Tahun 2024 melalui Surat Keputusan KPU Kota Tarakan Nomor 87 Tahun 2024.
Berikut daftar beberapa perkara yang ditolak MK:
1. MK Tolak Sengketa Pileg PPP di Dapil Serang 1, PSU Dinilai Tak Relevan Dilakukan
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil Pileg 2024 yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk daerah pemilihan atau Dapil Serang 1, Banten.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan hal tersebut dalam sidang pembacaan putusan Perkara Nomor 46-01-17-16/PS/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 terkait sengketa PPP terhadap Golkar, Kamis.
Suhartoyo mengatakan, dalam provisi, Mahkamah menyatakan secara sah Petikan Putusan Nomor 46-01-17-16/PS/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 21 Mei 2024.
Dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon berkenaan dengan kewenangan Mahkamah, tenggat waktu pengajuan permohonan, dan permohonan pemohon kabur (obscuur).
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon sepanjang pemilihan umum calon anggota DPRD Kota Serang Daerah Pemilihan Kota Serang 1 untuk seluruhnya," ucap Suhartoyo, di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Melalui gugatannya, PPP mendalilkan di Kelurahan Unyur, Kecamatan Serang, Kota Serang diduga telah terjadi pelanggaran berupa perhitungan suara di hampir semua TPS menghabiskan waktu 3x24 jam dan kotak suara dititipkan di rumah penduduk tanpa ada pengawasan.
Mahkamah mempertimbangkan, bahwa ternyata berdasarkan laporan hasil pengawasan pemilu pengawas pemilu kelurahan Unyur Nomor 038, bertanggal 15 April 2024, pada tanggal 15 Februari pukul 12.00 WIB telah terdapat mobilisasi logistik Pemilu dari seluruh TPS ke PPK.
Hal ini menunjukkan proses penghitungan di seluruh TPS Kelurahan Unyur tidak melebihi waktu yang ditentukan seperti yang didalilkan Pemohon.
Dengan demikian dalil PPP a quo tidak terbukti.
Terlebih PPP tidak menjelaskan lebih lanjut locus TPS yang didalilkan.
Dengan demikian, Dalil permohonan a quo tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya, PPP juga mendalilkan, pada saat rekapitulasi suara di tingkat Kecamatan Serang, diketahui terdapat perbedaan jumlah antara surat suara sah dan surat suara tidak sah dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih di TPS 16 Kelurahan Unyur.
PPP keberatan atas adanya perbaikan jumlah surat suara sah dari 225 suara menjadi 285 suara dan jumlah surat suara tidak sah dari 64 suara menjadi 4 suara.
Mahkamah mempertimbangkan, setelah Mahkamah mencermati bukti formulir model CHasil DPRD Kabupaten/Kota dan bukti formulir model CHasil salinan DPRD Kabupaten/Kota yang diajukan Pemohon dan Temohon, telah terbukti bahwa jika seluruh perolehan suara partai politik di jumlahkan, maka hasilnya adalah 285 suara.
Hal ini menunjukkan perbaikan jumlah seluruh suara sah dari 225 menjadi 285 telah sesuai dan perbaikan tidak mempengaruhi perolehan suara partai politik dan suara calon.
Selanjutnya, berdasarkan penjelasan pada formulir temuan Panwaslu Kecamatam Serang Nomor 11, bertanggal 5 Maret 2024, telah ternyata setelah dilakukan pembukaan kotak suara Kelurahan Unyur yang disaksikan peserta pleno telah didapati surat suara tidak sah berjumlah 4 suara dan surat suara tersebut telah diperlihatkan kepada para saksi.
Sehingga, menurut Mahkamah, perbaikan suara dari 64 suara menjadi 4 suara adalah telah selesai.
Apabila seluruh suara sah dan suara tidak sah setelah perbaikan dijumlahkan hasilnya adalah 289 suara dan telah sesuai dengan jumlah pengguna hak pilih.
"Menurut Mahkamah dalil permohonan a quo tidak beralasan menurut hukum," tegas Hakim Konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan hukum.
Tak hanya itu, Mahkamah menyoroti PPP yang juga mempersoalkan perolehan suara di TPS 95 Kelurahan Unyur, Kecamatan Serang.
Mahkamah menyebut, jumlah DPT pada TPS 95 Kelurahan Unyur, Kecamatan Serang adalah 233 pemilih.
Jika diasumsikan seluruhnya memilih Pemohon, maka suara Pemohon menjadi 7.159 suara+233 suara = 7.392 suara atau tetap memperoleh 1 kursi.
Bahwa dengan asumsi perhitungan tersebut, andaipun dilakukan pemungutan suara ulang di TPS 95 Kelurahan Unyur Kecamatan Serang, Mahkamah menilai, telah ternyata perolehan suara Pemohon tidak mempengaruhi perolehan kursi atau tidak memenuhi prinsip signifikansi, karena berkenaan dengan permohonan a quo yang diajukan adalah untuk perolehan suara Partai Pemohon yang bersangkutan.
"Sehingga, menurut Mahkamah, tidak terdapat relevansinya lagi untuk dilakukan pemungutan suara ulang di TPS 95 Kelurahan Unyur," ucap Guntur.
2. MK Tolak Seluruh Permohonan Sengketa PHPU di Dapil Jawa Barat 1
MK menolak permohonan Partai Nasdem sepanjang pemilihan umum calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Daerah Pemilihan Jawa Barat I, pada sidang pleno yang digelar Kamis (6/6/2024) di Gedung MK, dengan nomor perkara 90-01-05-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai NasDem.
MK dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim MK, Daniel Yusmic P Foekh, menyatakan berdasarkan bukti dan fakta hukum yang terungkap Termohon (KPU-red) telah menindaklanjuti Putusan Bawaslu a quo sesuai dengan apa yang diperintahkan, yaitu menyandingkan formulir Model C.
Selain itu, sambung Daniel, Pemohon (Partai Nasdem-red) mendasarkan permohonannya dengan mendalilkan terdapat pengurangan suara Pemohon sebanyak 494 dan penambahan/penggelembungan suara Pihak Terkait I sebanyak 472 suara.
"Namun setelah Mahkamah mencermati baik bukti Pemohon, bukti Termohon, bukti Pihak Terkait I, dan bukti Bawaslu, Mahkamah tidak dapat menemukan bukti berupa Lampiran dari Putusan Bawaslu a quo. Sehingga oleh karena Pemohon mendalilkan perolehan angka tanpa diikuti oleh bukti yang cukup," tegasnya.
Selanjutnya Mahkamah, menurut Daniel tidak dapat meyakini kebenaran perolehan angka yang cukup.
"Maka Mahkamah tidak dapat meyakini kebenaran perolehan angka yang didalilkan oleh Pemohon tersebut. Dengan demikian, berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut, maka dalil Pemohon (Partai Nasdem-red) adalah tidak beralasan menurut hukum," katanya.
Di tempat yang sama, kuasa hukum pihak terkait (Partai Golkar-red) Sattu Palli mengapresiasi putusan MK perkara PHPU di Jabar 1.
"Partai Golkar bersyukur karena dalil pihak pemohon yakni Partai NasDem dianggap tidak beralasan secara hukum oleh majelis hakim," katanya.
Ia menilai putusan hakim MK tersebut berpijak kepada kebenaran dan melihat fakta yang ada.
"Pembacaan putusan saya rasa sudah sesuai dan berpihak kepada kebenaran," tegasnya.
Sumber: Tribunnews/Ibriza Fasti Ifhami/Rahmat Fajar Nugraha/Chaerul Umam