Banyak Sengketa Pileg 2024 Dikabulkan MK, Ray Rangkuti Soroti Kinerja Buruk Penyelenggara Pemilu
Jumlah perkara kabul pada perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif 2024 jauh lebih banyak daripada PHPU Legislatif 2019.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyoroti peningkatan jumlah perkara sengketa Pileg yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, dari total 106 perkara yang lolos tahap putusan dismissal, ada 44 perkara yang dikabulkan oleh peradilan yang dijuluki "The Guardian of Constitution" itu.
Baca juga: Jimly Asshiddiqie Soroti Banyaknya Perkara Sengketa Pileg 2024 yang Dikabulkan MK
Jumlah perkara kabul pada perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif 2024 jauh lebih banyak daripada PHPU Legislatif 2019.
Adapun pada PHPU Legislatif 2019, MK meregistrasi sebanyak 261 perkara. Dari jumlah tersebut, hanya terdapat 13 perkara yang dikabulkan oleh Mahkamah.
Ray menilai, jumlah tersebut memperlihatkan adanya kelemahan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Baca juga: Irman Gusman Boleh Ikut Pemilihan DPD RI, KPU: Kami Laksanakan Sesuai Amar Putusan MK
Bahkan, menurutnya, tren peningkatan jumlah perkara yang dikabulkan MK itu menunjukkan kinerja terburuk seluruh lembaga penyelenggara pemilu sepanjang sejarah.
"Apa lagi yang bisa ditarik dari peristiwa demi peristiwa ini kecuali memperlihatkan kelemahan penyelenggaran Pileg/Pilpres 2024 ini," kata Ray, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Rabu (12/6/2024).
"Tidak hanya KPU, pun Bawaslu dan DKPP-nya dalam kinerja terburuk sepanjang sejarah pemilu reformasi," ungkapnya.
Ia menyoroti, penurunan moral penyelenggara pemilu. Kata Ray, lembaga-lembaga penyelenggara pemilu saat ini hanya sebatas memahami kerja penyelenggara adalah kerja teknis, bukan kerja moral demokrasi.
"Banyak orang menengarai politik uang terjadi dengan dahsyatnya, tapi Bawaslunya seperti linglung, tidak menemukan kasus-kasus besar," ucap Ray.
Kemudian, Ray menilai, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga mencari cara untuk memutar-mutar sanksi kepada penyelenggara yang nyata-nyata melakukan pelanggaran etika berat.
Tak lepas dari sorotan, menurutnya, MK juga mengalami hal yang sama. Ia menyinggung putusan sengketa Pilpres 2024 MK yang menyatakan tidak terbuktinya pelanggaran pemilu dalam hal pembagian bantuan sosial (bansos), yang diduga dilakukan Presiden Joko Widodo untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabumingraka.
Baca juga: Daftar Lengkap 44 Gugatan Pileg 2024 yang Dikabulkan MK: Dari Dapil Aceh, Jakarta hingga Papua
"Bagaimana kasus bansos yang terang benderang seperti itu dinyatakan oleh mereka (MK) tidak terbukti," ucapnya.
Ia menyebut, pilar-pilar penyelenggara pemilu di Indonesia mengalami pemerosatan. Bahkan di hampir semua instansi atau lembaga di semua level.
"Dan semua ini, menurut saya, berawal dari proses rekrutmen yang penuh dengan nuansa politis. Itu bisa dilihat dari mantan ketua pansel jadi juru pemenangan salah satu capres," kata Ray.
Lebih lanjut, kata Ray, secara etik, hal itu mestinya tidak boleh terjadi.
"Bagaimana pansel memilih penyelenggara pemilu kala mereka sendiri akhirnya akan terlibat dalam pemilu atau pilpresnya," ucap Ray Rangkuti.