Calon Tunggal Lawan Kotak Kosong Diprediksi Banyak Terjadi di Pilkada 2024
Maka dari itu, bahkan melalui pilkada, seluruh pihak ini memilih skenario kotak kosong supaya pada akhirnya tidak ada persaingan sama sekali
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemungkinan bertambahnya calon tunggal yang melawan kotak kosong akan masif dan signifikan terjadi pada Pilkada Serentak 2024.
Hal itu disebabkan oleh beberapa kondisi, di antaranya psikologis pemilih pasca-Pemilu 2024.
"Kemungkinan bertambahnya calon tunggal akan masif dan signifikan. Penyebabnya apa? Pertama, kondisi psikologis pasca-Pemilu Februari 2024, sangat berpengaruh," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Rendy NS Umboh dalam keterangannya, Rabu (7/8/2024).
Kini, dalam proses pilkada yang tengah berlangsung, elite-elite politik yang sebelumnya berkoalisi di Pemilu 2024 tengah melakukan pemetaan ke setiap penjuru daerah.
Pemetan ini dapat menyebar secara terstruktur, sistematis, dan masif mengingat keputusan pencalonan di daerah kerap merujuk pada rekomendasi partai politik yang berada di pusat.
Langkah itu dinilai menjadi rentan sebab terbuka lebar peluang bagi partai untuk melakukan langkah yang disebut Rendy 'kongkalikong politik'.
"Ruang untuk kongkalingkong politik terbuka lebar, hal ini sangat rentan dan membahayakan demokrasi. Jadi, kita berada dalam kondisi yang kelihatan demokratis, tetapi hanya simbol dan administratif," jelasnya.
"Semuanya sudah diselesaikan ditataran elit Parpol, lalu apa lagi essensinya Pilkada langsung kita sekarang ini," sambung Rendy.
Baca juga: KPU Ungkap Beberapa Kondisi yang Sebabkan Peserta Pilkada Lawan Kotak Kosong
Poin kedua, Rendy juga melihat adanya kepentingan dan kegentingan yang memaksa partai politik, terutama partai koalisi pemenang pemilu presiden dan partai non-koalisi yang ingin terus dalam satu perahu yang sama supaya nantinya saat pembagian jatah kursi di masa pemerintahan yang baru, mereka semua tidak terpecah.
Maka dari itu, bahkan melalui pilkada, seluruh pihak ini memilih skenario kotak kosong supaya pada akhirnya tidak ada persaingan sama sekali antarseluruh partai yang mendukung presiden terpilih.
"Artinya adalah, pemilu sudah usai, hasilnya sudah ada, tetapi masih ada pelantikan dan pembagian kursi kabinet yang menanti pasca-20 Oktober nanti, puncak pestanya di situ, jamuannya’ di sana, di istana dan dalam soal urusan-urusan keistanaan," ungkap Rendy.
"Nah, apabila belum ke sana, tetapi sudah banyak friksi dan faksi karena soal pilkada, kan repot jadinya. Barangkali itu yang mendasari hipotesis kami, bahwa pilkada Serentak kali ini akan masif dipenuhi kotak kosong," tambahnya.
Kemudian poin terakhir, ihwal bakal masifnya kotak kosong adalah karena konstelasi Pemilu 2029 sudah dipikirkan dan didesain sejak Pilkada 2024 saat ini.