Persiapan Sengketa Hasil Pilkada 2024, MK Akan Terbitkan PMK Baru Soal Tata Beracara
MK pun meminta hal ini disampaikan kepada seluruh jajaran KPU daerah baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, agar terjadi kesamaan makna
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera menerbitkan Peraturan MK (PMK) terkait tata beracara untuk menghadapi sengketa hasil Pilkada Serentak 2024.
Salah satu yang diatur adalah penetapan dan pengumuman hasil pilkada oleh KPU harus dimaknai sejak ditetapkan, bukan dihitung ketika diumumkan. Hal ini dilakukan untuk memberi kepastian waktu kepada para pihak yang mengajukan sengketa di MK.
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan, kepastian ini dibuat lantaran berkaca dari sengketa hasil pilkada periode sebelumnya, di mana banyak ketidakpastian penghitungan masa ‘3 hari sejak’ dalam pengajuan sengketa.
Ini karena banyak KPU daerah yang hanya menetapkan tapi tidak mengumumkan hasil pilkada sehingga terjadi bias penghitungan masa pengajuan sengketa hasil pilkada di MK.
“Menyikapi perkara-perkara pilkada yang lalu, sebelumnya kan ada ketidakpastian kapan KPU daerah itu menetapkan dan mengumumkan hasil itu,” kata Suhartoyo dalam sidang agenda pembacaan putusan dismissal di Gedung MK, Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Baca juga: PBB dan Partai Gelora Gugat UU Pilkada ke MK untuk Meminimalisir Kotak Kosong
“Meski UU itu ditetapkan dan diumumkan di laman KPU RI, tapi secara faktual setiap KPU daerah menerapkannya tidak sama. Bahkan banyak yang menetapkan tidak menindaklanjuti dengan mengumumkan,” lanjutnya.
Berkenaan dengan itu MK akan menerbitkan PMK terbaru untuk memberi kepastian tata beracara dalam sengketa hasil pilkada.
“Karena itu PMK terbaru yang akan dilaunching MK berkaitan dengan tata beracara dalam sengketa pilkada, Mahkamah berpendirian penetapan dan pengumuman dimaknai sejak ditetapkan,” kata Suhartoyo.
MK pun meminta hal ini disampaikan kepada seluruh jajaran KPU daerah baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, agar terjadi kesamaan makna.
“Jadi supaya tidak bias dua makna, jadi dipandang nanti kapan yang menjadi rujukan ditetapkan dan dihitung sejak itu. Jadi kalau ada penetapan kemudian diikuti pengumuman, yang dihitung adalah kapan ditetapkannya,” katanya.
“Ini supaya pak ketua dan para komisioner baik yang di RI maupun provinsi, kabupaten/kota satu langkah satu bahasa. Sehingga tidak ada lagi penghitungan ‘3 hari sejak’, belepotan gitu pak,” ucap Suhartoyo.
Sementara itu Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta agar KPU membuat diktum dalam surat keputusan penetapan hasil pilkada, yang menyebutkan, penetapan hasil pilkada sekaligus berlaku sebagai pengumuman.
“Kalau bisa nanti diktumnya itu penetapannya itu sekaligus berlaku sebagai pengumuman. Itu yang penting supaya jadi satu peristiwa supaya tidak ada perbedaan,” kata Saldi.