Alasan MK Ubah Syarat Pencalonan di Pilkada terkait Pengusungan Partai yang tak Punya Kursi di DPRD
MK mengabulkan gugatan pengujian Undang-Undang (UU) Pilkada yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terkait pengusungan calon kepala daerah
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dodi Esvandi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pengujian Undang-Undang (UU) Pilkada yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terkait pengusungan partai yang tak punya kursi di DPRD.
Partai Buruh dan Partai Gelora sebelumnya menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.
Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Berdasarkan Putusan MK 60/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang pengucapan putusan di gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024), Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan atau pertimbangan Mahkamah mengabulkan gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu.
Ia menjelaskan, Pasal a quo telah kehilangan pijakan.
Selain itu, MK juga menilai ketentuan sebagaimana Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut tidak ada relevansinya lagi untuk dipertahankan.
Baca juga: Pengamat Nilai PDIP Siap Lawan KIM Plus di Jakarta setelah Putusan MK, Duet Anies-Ahok Terbuka Lebar
Kata Enny, jika hal itu dibiarkan, yakni berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut secara terus menerus, akan dapat mengancam proses demokrasi yang sehat.
"Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ucap Enny saat membacakan pertimbangan hukum Putusan MK 60/PUU-XXII/2024.
MK sebelumnya menolak permohonan provisi para pemohon.
Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.
"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Baca juga: MK Ubah Syarat Pengusungan Calon Kepala Daerah di Pilkada, Presiden PKS Minta Kadernya Tidak Pecah
Suhartoyo menyatakan Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: