Pengamat: Tak Ada Hal Janggal di Balik Pencalonan Pramono, PDIP Selalu Utamakan Kader
PDIP selalu konsisten mengusung kadernya sendiri, ketimbang mengusung orang di luar partai, oleh karena itu PDIP memilih Pramono daripada Anies
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Analisis Politik dan Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, menilai keputusan PDI Perjuangan (PDIP) mengusung Pramono Anung bukanlah sesuatu yang janggal.
Walaupun Pramono Anung selama ini tidak masuk radar dalam survei, namun PDIP selalu konsisten mengusung kadernya sendiri, ketimbang mengusung orang dari luar partai.
"Saya kira bukan keputusan janggal. Memang selama ini Pramono Anung tidak masuk radar dalam survei."
"Ini mungkin akan dianggap aneh, tapi jika melihat PDIP selama ini, fenomena ini telah kerap terjadi sebelumnya. Kader akan selalu menjadi prioritas (PDIP) meski elektabilitas rendah," kata Arif dikutip dari Kompas.com, Rabu (28/8/2024).
Meski begitu, Arif tak menampik pencalonan Pramono Anung di Pilkada Jakarta 2024 memang mengejutkan.
Apalagi, ada kader PDI-P lainnya yang secara elektabilitas lebih unggul apabila dibandingkan dengan Pramono Anung.
"Meski demikian, pilihan (PDI-P kepada) Pramono Anung hampir pasti memiliki kalkulasi politiknya sendiri."
"Boleh jadi Pramono Anung dianggap secara ideologi sudah jelas, loyalitasnya jauh lebih tinggi ketimbang misalnya Ahok yang baru belakangan menjadi kader PDI-P," ujar Arif.
Pramono jadi Jalan Tengah
Pasangan Pramono-Rano Karno disebut-sebut menjadi jalan tengah dari dua kutub yang berbeda, yakni Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Hal itu diungkapkan Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus saat menjelaskan alasan partainya mengusung pasangan Pramono Anung-Rano Karno sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Baca juga: Puan Bantah Ada Kompromi Jokowi dan PDIP Usung Pramono Anung di Pilkada Jakarta
Anies, kata Deddy, merepresentasikan basis masyarakat Islamis-religius.
Sementara Ahok mewakili kelompok masyarakat yang ingin perbaikan dalam sistem birokrasi.
Deddy mengakui PDIP memang hendak mempertimbangkan mengusung Anies di Pilkada Jakarta dengan beberapa alasan.
Terutama PDIP ingin menyelesaikan persoalan-persoalan polarisasi akibat Pilkada Jakarta 2017.
"Oleh karena itu, kita mencoba melakukan pendalaman dengan Pak Ahok sampai hari Senin kemarin. Pendalaman untuk melihat bagaimana Pak Anies itu bisa mem-bridging antara kelompok, katakanlah kelompok tanda kutip Islam, dengan kelompok-kelompok lain, komunasionalis, dan seterusnya," kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Ia menyebut, pihaknya sudah berdiskusi banyak hal dengan Anies mengenai nasionalisme, PDIP, Bung Karno hingga Pancasila.
Deddy menuturkan, PDIP berharap Anies bisa melakukan percepatan penyelesaian residu politik dalam Pilkada DKI 2017.
Deddy mengakui ada juga yang mendorong PDIP agar mengusung Ahok.
Sebab, kinerja Ahok selama memimpin DKI dianggap baik.
Namun, untuk menghindari perbedaan yang sangat ekstrim antara kubu Anies dan Ahok, maka PDIP memilih Pramono Anung sebagai bakal calon gubernur Jakarta 2024.
"Sehingga kemudian muncullah alternatif itu kembali Pak Pramono Anung sebagai jalan tengah dari dua kutub ini," kata Deddy.
Deddy juga menjelaskan, nama Pramono ini sebenarnya sudah digodok selama kurang lebih dua bulan yang lalu.
Sehingga, PDIP bukan serta merta secara dadakan mengusung Pramono sebagai jagoannya di Jakarta.
"Jadi nama Pak Pramono Anung ini kan tidak ujug-ujug muncul, dari dua bulan lalu sudah muncul."
"Sembari kita coba mengelaborasi potensi untuk katakanlah memasangkan juga Pak Anies Baswedan, maupun Pak Ahok," kata Deddy.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Fersianus Waku)(Kompas.com/Abdul Haris Maulana)