Pilkada 2024, DKPP Dorong Penyelenggara Pemilu di Daerah Jaga Etika
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mendorong para penyelenggara pemilu di daerah untuk menjaga etika dan integritas di Pilkada 2024.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mendorong para penyelenggara pemilu di daerah untuk menjaga etika dan integritas di Pilkada 2024.
Ketua DKPP, Heddy Lugito, berharap agar pelanggaran etik selama pilkada mendatang dapat ditekan meskipun berdasarkan data sebelumnya, pelanggaran etik pada pilkada biasanya lebih tinggi dibanding pemilu.
“Di pilkada itu lazimnya dari data-data sebelumnya, jumlah pelanggaran etiknya jauh lebih besar dibanding pemilu. Kalau sekarang pemilu pelanggaran etiknya enam ratusan, pilkada mungkin lebih,” ujar Heddy kepada wartawan di Grand Sahid Hotel, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024).
Heddy menyatakan tren tingginya pelanggaran etik dalam pilkada bisa menjadi perhatian khusus bagi DKPP untuk meningkatkan sosialisasi dan pengawasan etik di tingkat daerah.
Meski demikian, ia berharap jumlah pelanggaran etik dalam pilkada kali ini akan mengalami penurunan.
“Tapi harapan saya akan turun pilkada, harapan saya ya. Karena kita selalu mengingatkan teman-teman di daerah agar tetap menjaga etik, menjaga integritas mereka,” lanjutnya.
DKPP juga terus mengingatkan tim pemeriksa di daerah untuk berfokus pada pengaduan-pengaduan yang muncul selama pilkada dan menyelesaikan kasus-kasus etik pemilu yang masih berjalan, meski beban kerja mereka cukup tinggi.
Sebelumnya, DKPP telah mengungkapkan adanya peningkatan kasus kekerasan berbasis gender, termasuk kasus perselingkuhan, di kalangan penyelenggara pemilu yang terjadi selama tahapan Pemilu 2024.
Anggota DKPP RI, Ratna Dewi Pettalolo, menjelaskan fenomena ini berbeda dibandingkan pemilu sebelumnya.
“Untuk pemilu 2024, kekerasan berbasis gender ini terjadi pada saat tahapan sedang berlangsung. Jadi, ini kan padat nih pemilu serentak, tapi ternyata angka kekerasan berbasis gender itu justru meningkat,” ujar Dewi kepada wartawan, Rabu (6/11/2024).
Kasus-kasus tersebut tidak hanya terkait kekerasan seksual, tetapi juga perselingkuhan yang melibatkan penyelenggara pemilu.
“Korban sebagian besar bahkan hampir semuanya adalah memang perempuan,” ujar Dewi.