Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gakkumdu Payakumbuh Setop Kasus Dugaan Politik Uang Gara-gara tak Bisa Hadirkan Calon Tersangka

Gakkumdu Payakumbuh menghentikan penyelidikan kasus dugaan politik uang hanya gara-gara tidak bisa menghadirkan calon tersangka

Editor: Dodi Esvandi
zoom-in Gakkumdu Payakumbuh Setop Kasus Dugaan Politik Uang Gara-gara tak Bisa Hadirkan Calon Tersangka
Pinterest
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, PAYAKUMBUH - Hanya gara-gara tidak bisa menghadirkan calon tersangka, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, menghentikan penyelidikan kasus dugaan politik uang di Pilkada Payakumbuh.

Menurut Bawaslu Payakumbuh, proses hukum dugaan politik uang di Pilkada Payakumbuh itu dihentikan karena pihak kepolisian tidak bisa menghadirkan calon tersangka untuk dimintai keterangan.

Padahal, sebelumnya Bawaslu Kota Payakumbuh menyatakan kasus ini sudah memenuhi syarat formiil dan sudah dilimpahkan ke Polres Payakumbuh.

Bawaslu menyebut dugaan politik uang itu melibatkan salah satu Paslon pada Pilkada Payakumbuh 2024.

Ketua Bawaslu Kota Payakumbuh, Aan Muharman mengatakan, penelusuran dugaan tersebut dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat.

"Awalnya ada laporan dari masyarakat terkait politik uang, jadi kami telusuri dan tindak lanjuti," ungkapnya saat dikonfirmasi, Kamis (5/12/2024).

Kemudian, Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kota Payakumbuh melakukan pemeriksaan atau klarifikasi terhadap saksi, pelapor, maupun terlapor.

Baca juga: Perempuan di Mimika Papua Ditangkap Diduga Lakukan Praktik Politik Uang, Kini Diperiksa Gakkumdu

Berita Rekomendasi

”Dugaan politik uang yang dilaporkan masyarakat ke Bawaslu beberapa waktu lalu telah ditindaklanjuti di Sentra Gakkumdu dengan hasil terbukti sebagai Pelanggaran Pidana Pemilihan,” ungkap Aan.

Aan menyebutkan, temuan tersebut sudah dilaporkan ke Polres Payakumbuh.

”Kemarin kita sudah melaporkan temuan ini ke Polres Payakumbuh,” ujarnya.

Keputusan Gakkumdu menghentikan penyelidikan kasus dugaan politik uang di Pilkada Payakumbuh ini membuat bingung sejumlah pakar hukum. 

Beberapa pakar hukum sepakat ketidakhadiran calon tersangka (in abtentia) tidak membuat proses hukum dihentikan. 

Mereka menilai keputusan Gakkumdu ini bisa menjadi preseden buruk bagi pemberantasan politik uang.

Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Khairul Fahmi, menilai keputusan Gakkumdu itu adalah kekeliruan polisi, jaksa, dan Bawaslu, dalam memahami tata pemilihan dan pemilu.

"MK sudah memutuskan bahwa rezim pemilihan sama dengan rezim pemilu, artinya jika dalam Pemilu bisa dilakukan pemeriksaan secara in absentia, maka di Pilkada seharusnya juga bisa. Kalau alasan in absentia digunakan untuk menghentikan proses hukum, jelas tidak tepat" kata Fahmi. 

Baca juga: Menko Polhukam Minta Gakkumdu Segera Petakan Potensi Kerawan Pilkada 2024

Pakar hukum tata negara dan Pemilu ini menambahkan, Gakkumdu seharusnya juga bisa membaca Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2018 yang mengatur pemeriksaan in abtentia untuk pidana pilkada.

"Dalam Perma 1/2018 pasal 3 ayat 3 sudah terang benderang disebutkan bahwa dalam pemeriksaan di pengadilan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa, lalu di Gakkumdu kenapa tidak bisa tanpa ada keterangan calon tersangka?" ujar jebolan doktoral UGM itu.

Hal yang sama diungkapkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB), Wendra Yunaldi. 
Dia menilai keputusan Gakkumdu tersebut akan menjadi modus baru bagi pelaku politik uang di masa yang akan datang. 

Seharusnya, menurut dia penyidik harus bertindak progresif dalam mengungkap kasus ini.

"Penyidik jangan hanya melihat dan fokus pada satu titik saja. Jika sudah ditemukan dua alat bukti, serta syarat formil terpenuhi, kan tidak harus menghadirkan calon tersangka dalam kasus politik uang ini. Ini sesuatu yang aneh," tutur Wendra Yunaldi.

Senada dengan itu, ahli Hukum Administrasi Negara, Hengki Andora juga heran dengan keputusan yang dikeluarkan Gakkumdu ini.

"Saya sudah melihat statement Ketua Bawaslu Payakumbuh, ini berbahaya bagi demokrasi kita ke depan. Keputusan ini implikasinya sangat luas dan menjadi preseden buruk untuk pemberantasan politik uang," tegas Hengki Andora.

Wakil Dekan Fakultas Hukum Unand ini juga melihat keputusan tersebut menjadi bukti sulitnya memberantas politik uang.

"Memang ada kekosongan hukum terkait in absentia ini, tetapi ini jelas sesuatu yang menjadi ancaman serius. Bisa saja ke depan, Pilkada tidak lagi sebagai ajang adu gagasan, tetapi adu siapa yang paling banyak uang," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas