Liang Bua, Situs Prasejarah di Pulau Flores NTT yang Pernah Menggemparkan Dunia
Situs prasejarah Liang Bua menggemparkan dunia menyusul temuan spesies hominid purba Homo floresiensis atau hobbit dari Flores.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, RUTENG – Liang Bua identik dengan temuan menggemparkan di dunia arkeologi dan paleoantropologi : manusia ‘hobbit’ Homo floresiensis.
Di gua yang terletak di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur ini para pakar prasejarah menemukan, mengidentifikasi, dan merekonstruksi rupa fisik ras ‘hobbit’ itu.
Hasil penelitian nasional dan internasional itu kini bisa disaksikan di Museum Prasejarah Sangiran, Sragen, Jawa Tengah.
Hobbit dari Flores atau Liang Bua ini dipercaya spesies hominid purba yang berdiri sendiri, karena terpisah dari dunia lain.
Bahkan dipercaya jadi bukti penghubung teori ‘missing link’, spesies yang menghubungkan manusia purba dan manusia modern.
Liang Bua merupakan salah satu situs gua yang terletak di daerah perbukitan karst di wilayah Kabupaten Manggarai.
Secara geografis, lokasinya kurang lebih 15 kilometer di sebelah utara Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Berada di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.
Liang bua menjadi tempat wisata andalan di Kabupaten Manggarai. Gua Liang Bua berada di Dusun Golo Manuk, Desa Liang Bua, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai.
Nama “Liang Bua” berasal dari Bahasa Manggarai-Flores. “Liang” memiliki arti gua dan “bua” berarti dingin, jadi Liang Bua dapat diartikan “gua yang dingin”.
Dilihat dari morfologinya, Liang Bua memang memiliki ciri sebagai hunian pada masa prasejarah.
Hal tersebut terlihat dari ukuran gua yang dalam dan lebar dan atap yang tinggi, serta lantai gua yang luas dan relaif datar.
Dilansir dari laman web.archive.org, situs Liang Bua merupakan situs prasejarah. Telah banyak dikunjungi serta dijadikan tempat penelitian oleh peneliti dalam maupun luar negeri.
Situs ini merupakan sebuah gua hunian (okupasi) manusia prasejarah yang memiliki rangkaian atau rentetan “sequence” sangat panjang.
Berlangsung sejak kala Plestosen hingga Holosen, yaitu dari budaya paleolitik, mesolitik, neolitik, sampai budaya paleometalik.
Eksplorasi Awal Pastor Theodore Verhoeven
Situs Liang Bua pertama kali ditemukan misionaris Belanda, Pastor Theodore Verhoeven pada 1957.
Pastor Theodore Verhoeven adalah seorang guru yang pernah mengajar di Seminari Mataloko Kabupaten Manggarai, Flores.
Gua Liang Bua ini pernah dia gunakan sebagai tempat untuk mengajar murid-muridnya.
Verhoeven tertarik melihat berbagai tinggalan budaya seperti gerabah dan artefak batu yang sangat melimpah di dalam gua.
Untuk pertama kalinya pada 1965, Pastor Verhoeven melakukan penggalian secara amatir untuk mengetahui apakah di tempat tersebut dipakai sebagai tempat aktivitas manusia pada masa lalu.
Hal ini ditunjukan adanya bukti-bukti temuan ertefak berupa alat-alat batu, tujuh rangka manusia dengan berbagai jenis bekal kuburnya (funeral gift) yang umumnya berasal dari periode paleoetalik dan neolitik.
Selain itu ditemukan juga tulang binatang, sisa-sisa makanan berupa kerang dan ditemukan juga kuburan di dalam gua tersebut.
Melalui hasil penelitian yang dilakukan pastor tersebut, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) melakukan penelitian lebih lanjut secara intensif pada 1973 dan 1979.
Hasil penelitian mereka memperkuat dugaan temuan Pastor Theodore Verhoeven. Gua tersebut telah lama dihuni manusia masa lalu dengan ditemukannya alat-alat dari zaman purba.
Selanjutnya penelitian lebih lanjut dilakukan pada 2001 sampai 2004, oleh Dr RP Soejono dan bekerja sama dengan peneliti asing Mike Morwood dari University Of New England (Australia).
Menurut penelitian tim gabungan ini menunjukan di daerah ini juga dulunya pernah ada atau pernah hidup binatang purba jenis gajah purba Stegodon.
Ditemukan juga jenis fauna endemik seperti jenis pigmy stegodon, komodo, biawak, tikus, burung-burung besar, dan kura-kura pada layer Plestosen (bagian bawah).
Selain itu ditemukan juga fosil tulang dari tubuh manusia purba kecil dengan tinggi sekitar 106 cm, dan berjenis kelamin perempuan.
Lalu muncul temuan, fosil manusia purba kerdil yang diberi nama Homo Florosiensis (manusia Flores). Fosil berumur antara 13.000 hingga 18.000 tahun ditemukan di kedalaman 5,9 meter.
Di lapisan itu juga ditemukan fosil gajah-gajah besar, fosil kadal-kadal raksasa yang kelanjutannya masih bertahan di sekitar Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.
Berdasarkan bukti-bukti temuan arkeologis yang didapatkan dalam penelitian selama ini telah memprediksikan Liang Bua merupakan suatu situs gua hunian (okupasi) manusia prasejarah yang terus berlanjut.
Gua Liang Bua diperkirakan telah berumur sekitar 190.000 tahun. Menuru perkiraan, gua ini terbentuk dari arus sungai yang mengalir dan membawa bebatuan hingga menembus gundukan bukit.
Setelah berlangsung lama dan membutuhkan proses yang sangat panjang, bebatuan itu kemudian menjadi batuan sedimentasi.
Di dalam Liang Bua Ruteng, kita akan menemukan stalagtit cantik yang menghias dan menjuntai dari langit-langit gua.
Dipercaya gua ini lalu dihuni leluhur manusia modern sejak 10.000 tahun silam.
Jauh sebelumnya, telah ada manusia kerdil alias Homo Floresiensis yang memiliki tinggi badan 100 centimeter, dan berat badan hanya 25 kilogram.
Mereka menjadikan gua ini sebagai tempat berlindung. Dengan selaksa daya tariknya, gua ini sangat menawan bagi para ilmuwan maupun masyarakat biasa.
Ciri-ciri Hunian Masa Prasejarah
Dilihat dari morfologinya , Liang Bua memang memiliki ciri sebagai hunian pada masa prasejarah.
Hal tersebut terlihat dari ukuran gua yang dalam dan lebar dan atap yang tinggi, serta lantai gua yang luas dan relatif datar.
Mulut gua yang menghadap ke timur laut turut mendukung untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup dan sirkulasi udara yang baik.
Lokasi gua yang dekat dengan aliran sungai (Sungai Wae Racang dan Wae Mulu), turut mendukung penghuninya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Penelitian lanjutan umumnya dikerjakan Puslit Arkenas, bekerjasama dengan Universitas New England dan Universitas Wollongong, Australia.
Sejak 2001 hingga saat ini di Situs Liang Bua, telah banyak menghasilkan temuan arkeolog yang sangat penting bagi ilmu pengetahuan.
Kerangkanya ditemukan pada lapisan Plestosen Akhir di kedalaman 5,9 meter pada lapisan ini, ditemukan kurang lebih 9 individu Homo Florensis.
Tapi hanya satu yang ditemukan dalam kondisi hampir utuh (Liang Bua 1/LB1).
Dilihat dari ciri fisiknya, kerangka tersebut berjenis kelamin perempuan, diperkirakan berusia 25-35 tahun, dan memiliki karakteristik fisik yang unik, yaitu tingginya hanya 106 cm, tulang kaki dan tangan sangat kekar.
Bagian tengkorak memiliki ciri-ciri arkaik, seperti tulang kening manonjol dengan dahi miring ke belakang.
Volume otak 380 cm3 (diukur dengan mustart seed) dan 417 cm3 (diukur secara digital dari data CT scan).
Bagian wajah menjorok ke depan (prognat) dengan rahang yang kekar, serta tidak memiliki dagu.
Untuk mengetahui pertanggalan Situs Liang Bua dilakukan serangkaian analisis laboratorium melalui 7 teknik yang berbeda, yaitu: Radiocarbon/C 14, Luminescerene (Thermolumineccerene/TL,Optically-Stimulated Luminescerene/OSL, Infrared-StimulatedLuminescerene/IRSL), Electrn spin, Resonance/ESR, Uranium-Series/ U-series,dan gabungan ESR/U-series.
Hasil analisis yang dilakukan pada tahun 2003 menyatakan Situs Liang Bua berusia sekitar kurang lebih 13.000 -12.000 tahun lalu.
Namun, pada 2007-2014 para peneliti Situs Liang Bua dari Pusat Arkenas bekerja sama dengan Universitas Wolongong, Australia dan Program dari Smithsonian Institute melakukan evaluasi terhadap usia tulang Homo Florensis dan sedimen yang mengandung fosil.
Melalui analisis sedimen, didapat bukti stratigafi baru dan kronologi situs Liang Bua. Berdasarkan hasil analisis, diketahui situs Liang Bua berusia antara 60.000 – 100.000 tahun lalu.
Sedangkan alat batu mereka diperkirakan berusia antara 50.000 – 190.000 tahun yang lalu, jauh lebih tua dibandingkan hasil sebelumnya.
Hewan-hewan yang turut punah besert Homo Florensis adalah gajah kecil, burung Marabou raksasa, burung Nazar, dan komodo.
Hasil analisa terbaru penelitian Liang Bua telah diterbitkan dalam jurnal ilimiah bergengsi, Nature.(Tribunnews.com/TribunFlores/Kristin Adal)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Wisata ke flores bisa jelajah situs gualiang buah simak sejarahnya