Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Berharap Bawaslu Tindaklanjuti Laporan PPATK Soal Sumber Dana Kampanye Ilegal

pakar sarankan Badan Pengawas Pemilu RI dapat mengusut dugaan aliran dana kampanye yang bersumber dari aktivitas ilegal atau penyalahgunaan wewenang.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pakar Hukum Berharap Bawaslu Tindaklanjuti Laporan PPATK Soal Sumber Dana Kampanye Ilegal
Warta Kota/Alex Suban
ILUSTRASI Papan reklame Kantor Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah Castro menyarankan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dapat mengusut dugaan aliran dana kampanye yang bersumber dari aktivitas ilegal atau penyalahgunaan wewenang.

Dugaan aliran dana ilegal untuk kampanye, sebelumnya diungkap oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.

Ivan menyebut ada dana dari sumber ilegal seperti kejahatan lingkungan, maupun penambangan ilegal.




"Ini untuk menjamin pemilu yang berkeadilan dan bersih dari kejahatan, terutama yang bersumber dari kejahatan sumber daya alam atau apa yang disebut sebagai green financial crime, seperti aktivitas tambang ilegal dan sejenisnya," ucap Herdiansyah kepada wartawan, Rabu (20/12/2023).

Herdiansyah berharap Bawaslu selaku pengawas pemilu tidak gentar dalam menindaklanjuti temuan PPATK ini.

Apalagi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) telah tegas melarang penggunaan dana kampanye yang bersumber dari kejahatan.

"Ketentuan Pasal 339 menyebut jika peserta pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye dilarang menerima sumbangan dana kampanye yang berasal dari hasil kejahatan, pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya," jelas Herdiansyah.

BERITA TERKAIT

Selain itu lanjutnya, pada Pasal 339 UU Pemilu, kata Herdiansyah, turut mewanti-wanti penggunaan dana kampanye yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan badan usaha milik desa (BUMDes).

"Termasuk pemerintah desa," imbuh dia.

Ancaman pidana terhadap pelanggaran atas larangan penggunaan dana kampanye yang bersumber dari kejahatan diatur pada Pasal 527 UU Pemilu.

Disebutkan pada pasal itu, peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana kampanye dari hasil kejahatan terancam pidana penjara hingga 3 tahun.

"Dan denda paling banyak Rp36 juta rupiah," ucap Herdiansyah.

Menanggapi hal ini, Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar- Mahfud, Chico Hakim turut mendesak supaya penegak hukum mengusut tuntas dugaan aliran dana kampanye yang bersumber dari aktivitas ilegal.

"Harus diusut tuntas. Yang utama adalah mencari sumber pertama yang mengirim dana tersebut, kemudian mampir ke rekening mana saja. Setelah diketahui sumbernya (dan dana ini dari hasil kejahatan misalnya) bisa langsung dilakukan penindakan," ucap Chico.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas