Pembangunan Kampung Deret Dicemaskan Jadi Ajang Bisnis Baru
Program Pemerintah DKI Jakarta membangun Kampung Deret diharapkan bukan sebagai program tambal sulam
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Pemerintah DKI Jakarta membangun Kampung Deret diharapkan bukan sebagai program tambal sulam. Program ini dilaksanakan untuk menuntaskan kekumuhan pemukiman di Ibukota.
Ketua DPP Partai Hanura Wahyu Dewanto mengingatkan terdapat masalah krusial mengenai administrasi kependudukan dan pengetatan perizinan perumahan yang cenderung terabaikan oleh Pemprov DKI. Kekhawatiran Wahyu itu dilontarkan menyusul dimulainya pengerjaan proyek Kampung Deret oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
"Saya kira ide itu bagus dengan kampung deret tetapi harapan kami itu dilakukan dengan baik dan benar baik perizinan, peruntukannya dan bagus pendataannya. Karena dikhawatirkan ini jangan sampai malah jadi ajang usaha baru. Apakah bisa disewain atau dikontrakin," kata Wahyu di Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Ketua Dewan Pembina Barisan Muda Syarif Hidayatullah ini mengingatkan, efek kampung deret ini bagaimana pun akan memantik perpindahan penduduk dari luar. Karenanya, Wahyu menyarankan dalam pembangunan proyek kampung deret Pemprop mengutamakan pendataan terhadap seluruh warga jakarta.
"Titik-titik mana saja yang akan dibangun, data penduduknya harus lengkap. Jangan sampai terdapat penduduk siluman yang bukan warga Jakarta. Orang nanti merasa ke Jakarta, buka emperan saja nanti bisa dikasi rumah.Kalau nggak ber-KTP Jakarta, jangan dikasi. Disinilah pentingnya pendataan dan PPMK (Program Penguatan Manajemen Kelurahan)," jelasnya.
Tak hanya itu, Wahyu juga berharap dibangunnya Kampung Deret atau pun Rumah Susun harus bisa mencegah lahirnya pemukiman-pemukiman liar. "Kalau tidak punya IMB, ya mestinya jangan dong diikasi listrik. Yang terjadi sekarang ini bangun rumah kumuh, tapi dikasi listrik. Makanya IMB harus jadi senjata pamungkas untuk urus segalanya," katanya.
Wahyu berharap kampung deret yang akan dibangun nanti mesti transparan. Pendanaannya pun mesti lewat anggaran pemda, tidak menggunakan program CSR. "Cuma kalau saya sih yang paling bagus relokasi ke rumah susun, itu lebih jelas, tetapi dinas terkait mulai dinas pendudukan, Dinsos, dinas ketenagakerjaan harus ikut serta. Bukan tugas gubernur-wagub mindahin setelah itu selesai."
Tak hanya itu, pemukiman yang sehat ini, lanjut dia, diharapkan kelak akan fokus pada pengelolaan limbah. Kalau perlu, saran dia, 10 tahun ke depan air kran yang bersumber dari PAM bisa diminum walau biaya untuk pengelolaan limbah air dan sampah di Jakarta ini butuh biaya triliunan rupiah. "Tapi jangan dilihat triliunannya, tapi lihat efeknya ke masyarakat. Seperti di jepang, itu air krannya bisa diminum karna punya recycle," imbuhnya.
Menurut Wahyu, program pengelolaan limbah air ini dan sampah ini sudah ada di Bali. "Proyek percontohannya sudah ada. Terhadap lingkungan itu penting, jangan lihat nominal proyeknya, tapi efeknya ke depan. Kami harap air sungai di Jakarta itu bisa diminum airnya," ujar Wahyu.