Polda Metro Dituding Istimewakan Sitok Strengenge
Karena sampai sekarang, penyidik belum juga segera melakukan pemeriksaan terhadap Sitok.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak penyidik Polda Metro Jaya dituding memberikan keistimewaan terhadap Sitok Sunarto alias Sitok Srengenge terkait tindakan kekerasan seksual terhadap RW (22), mahasiswi Universitas Indonesia. Karena sampai sekarang, penyidik belum juga segera melakukan pemeriksaan terhadap Sitok.
Kuasa hukum RW, Iwan Ch Pangka, menyayangkan sikap penyidik. Padahal, kasus hukum ini sudah mau berjalan empat bulan. Kendati Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto kepada media menyatakan bahwa Sitok dipastikan akan diperiksa penyidik pada akhirnya nanti, namun belum jelas waktunya.
Sebelum pemeriksaan dilakukan kepada Sitok, pihak kepolisian berdalih membutuhkan pemeriksaan atas saksi-saksi dalam rangka menguatkan dugaan persangkaan dalam proses penyidikannya.
Menurut Iwan, ini berbeda dengan pemeriksaan terhadap RW yang telah dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, pemeriksaan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) pertama pada 20 Desember 2013 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kedua, pemeriksaan BAP tambahan secara tertulis, dan ketiga, pemeriksaan oleh psikiater yang ditunjuk oleh penyidik di salah satu rumah sakit pada 25 Februari 2014.
"Selain itu, penyidik kepolisian dari Subditkameng Polda Metro Jaya pun telah memeriksa saksi-saksi lain dari pihak korban, termasuk saksi ahli, seorang psikolog dari Yayasan Pulih," ujar Iwan dalam pernyataan resmi yang diterima Tribunnews.com di Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Iwan mengaku heran, karena sampai hari ini, proses penyidikan yang dilakukan Unit II Subditkamen Polda Metro Jaya masih fokus kepada RW. Dan belum ada kepastian kapanya penyidik akan memanggil dan memeriksa Sitok . "Akibatnya, ada kesan bahwa pelaku mendapatkan kesitimewaan dari aparat penegak hukum," tegas Iwan.
Iwan menegaskan, langkah penyidik kepolisian yang cenderung memfokuskan pemeriksaan kepada RW dapat juga mendorong situasi tidak nyaman korban, baik secara fisik ataupun psikis. Apalagi diketahui, korban RW baru saja melahirkan anaknya dengan selamat.
Ketakpastian juga akan mempengaruhi para korban kekerasan seksual lainnya. Para korban akan berpikiran ulang, dan mungkin akan takut untuk mengadukan kasusnya ke hukum. Persepsi yang muncul sekarang ini, aparat hukum cenderung menunjukan sikap untuk tidak mudah percaya kepada korban kekerasan seksual.
Proses hukum yang lamban pun berdampak pada pelaku dan pengacara pelaku. Secara khusus, dalam kasus hukum RW ini, pengacara Sitok merupakan salah satu calon anggota leglislatif (caleg) pada Pemilu 2014. Pengacara pelaku tentu membutuhkan kepastian jadwal pemeriksaan karena berkaitan dengan persiapan masa kampanye pemilu.
"Pengacara Sitok tentu juga khawatir apabila Sitok diperiksa saat beliau sedang kampanye. Bisa mengganggu kegiatan politiknya," imbuh Iwan. Perlu dicatat, aparat penegak hukum belum pernah satu kalipun memanggil Sitok sama sekali.
Karena itu, Iwan meminta kepada para penyidik Unit II Subditkameng Polda Metro Jaya untuk segera memanggil dan memeriksa Sitok sebagai pelaku, sesuai dengan pasal 285 dan pasal 286 KUHP.
"Saya hanya ingin menegaskan, dan meminta agar aparat penegak hukum memiliki sikap bijak dan memberi rasa keadilan. Karena, hanya keadilan lah yangakhirnya dapat memulihkan korban. Terutama kondisi psikis korban dalam langkah menatap masa depan," tegas Iwan.
Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari pihak Polda Metro Jaya