Honor Terlambat Guru SMP Swasta Tetap Semangat Mengajar
Para guru ini mendapatkan honornya dari iuran SPP siswa per bulan karena sekolah swasta tidak lagi menerima BOP
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Agustin Setyo Wardani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Meski selalu terlambat menerima honor para guru di SMP PGRI 26 Jakarta masih tetap semangat mengajar.
Para guru ini mendapatkan honornya dari iuran SPP siswa per bulan karena sekolah swasta tidak lagi menerima Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak kira-kira tahun ajaran 2013/2014 dimulai.
Mulanya, sekolah tersebut mengalokasikan honor untuk para guru dari dana BOP. "Ya, sekarang mau bagaimana lagi, siswa kami kan dari ekonomi bawah, kami tidak bisa memaksakan mereka bayar tepat waktu, jadi ya walaupun kami belum gajian, kami tetap semangat," kata Siti Nurwenda, pengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Seni Budaya dan Kesenian kepada Wartakotalive.com, Selasa (21/10/2014).
Wenda, panggilan akrab Siti Nurwenda, mengatakan bahwa selama beberapa waktu bekerja di SMPN 26 PGRI ia hanya mendapat honor kurang dari Rp 1 juta, ditambah lagi, honor tersebut seringkali terlambat diterima sejak BOP swasta tidak cair. Meski begitu warga Srengseng Kembangan Jakarta Barat ini tetap semangat mengajar.
"Harus semangat mengajar, kan tidak mungkin sebagai guru tidak semangat mengajar, nanti wibawa kami di mata anak-anak jatuh," katanya.
Ia juga bercerita bahwa banyak rekan-rekannya yang juga mengajar di SMP yang sama bahkan gajinya lebih kecil dari dirinya. "Kasihan mbak, ada juga guru yang honornya kurang dari Rp 500, mau buat beli sepatu tidak bisa, namanya gurukan kita ingin tampil rapi, tapi kalau begini, buat ongkos pun kurang," keluhnya.
Ia berharap agar bantuan kesra maupun BOP kembali dicairkan karena guru juga ingin agar hidupnya lebih baik. "Masa sama yang tukang sapu kami yang pengajar, lulusan sarjana, gajinya kalah," ujarnya pelan.
Menurut Wenda, perhitungan honor dilakukan berdasarkan dari jumlah jam mengajar. Seminggu, Wenda yang mengajar dua mata perlajaran itu mengajar selama 12 jam. Di sekolah tersebut, per jam pelajaran, guru dibayar sebanyak Rp 10.000.
Selain Wenda, seorang petugas tata usaha di sekolah yang sama juga berkeluh kesah. Murtasiah yang akrab disapa Yayah, bahkan harus rela mengeluarkan transport per hari sebanyak Rp 30.000 untuk perjalanan dari rumah menuju tempatnya mengajar. Sementara, uang transport per harinya sebesar Rp 20.000.
"Ya nombok mbak, tapi dari pada saya di rumah, lebih baik bekerja, walaupun gajinya juga sering terlambat," candanya