Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sering Ceplas-ceplos, Ahok Mesti Pakai Juru Bicara

Gubernur yang memimpin Jakarta pada tahun 1966 sampai 1977 itu, juga dikenal dengan gaya bicaranya yang terbuka dan lepas

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Sering Ceplas-ceplos, Ahok Mesti Pakai Juru Bicara
Harian Warta Kota/hnl
TEMAN AHOK - Ratusan warga yang mengatasnamakan diri Sahabat Ahok berkampanye untuk memberi dukungan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di hari bebas kendaraan bermotor di Bundaran HI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/3/2015). Mereka bagian dari kelompok masyarakat Ibu Kota ini mendukung Ahok untuk konsiten memperjuangkan APBD DKI tahun 2015 yang bersih dari anggaran siluman. (Warta Kota/henry opulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Salah satu akar permasalahan antara kekisruhan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dengan DPRD adalah gaya komunikasi Ahok yang kerap meledak-ledak.

Karena itu, mantan Bupati Belitung Timur tersebut, dianjurkan menggunakan juru bicara selama mengemban tugasnya.

"Gaya berkomunikasi Gubernur (Ahok ) kerap meledak-ledak. Di mana, kehadiran juru bicara dapat memperhalus pesan yang ingin disampaikannya," kata AM Fatwa, Dewan Perwakilan Daerah RI daerah pemilihan DKI, usai acaraDialog Mengatasi Banjir Bersama Warga di Kampung Tanah Rendah, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (8/3/2015).

Kondisi tersebut, lanjut Fatwa, seperti pada kepemimpinan Gubernur DKI, Ali Sadikin dahulu. Dimana, Gubernur yang memimpin Jakarta pada tahun 1966 sampai 1977 itu, juga dikenal dengan gaya bicaranya yang terbuka dan lepas.

"Karena itu, dia menyadari bahwa hal tersebut, bisa menghambat komunikasi politiknya. Sampai akhirnya, menggunakan juru bicara Syariful Alam, yang memang cukup terkenal saat itu," katanya.

Namun, memang lanjut Fatwa, kondisi Jakarta saat itu beda dengan sekarang. Karena selain jumlah penduduknya yang lebih sedikit, yaitu 5 juta jiwa, juga tidak sekompleks sekarang.

"Dulu saja kondisinya masih lebih kondusif, dan jumlah penduduknya hanya 5 juta jiwa. Sekarang permasalahan Jakarta lebih kompleks, permasalahan kotanya lebih banyak, jumlah penduduknya juga lebih banyak, 10 juta jiwa," katanya.

Berita Rekomendasi

Akibatnya, konflik antara Ahok dengan DPRD karena APBD pun terjadi. Salah satunya, karena dampak komunikasi politik yang tidak berjalan dengan baik.

"Dampaknya, permasalahan APBD muncul, keberlangsungan pembangunan DKI pun terganggu. Seharusnya, antara DPRD dengan Gubernur harus saling melengkapi. Apalagi, berada di bawah satu payung hukum undang-undang," katanya.

Asisten Kesejahteraan Rakyat DKI, Fatahilah, mengatakan, masalah yang terjadi pada APBD DKI memang menghambat program kerja Pemprov DKI. "Salah satunya, hampir tiga bulan tunjangan PNS belum dibayar," katanya.

Namun, meskipun demikian, ia meyakinkan bahwa hal tersebut, tidak akan mengurangi kinerja dari PNS tersebut. (Mohamad Yusuf)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas