Sering Ceplas-ceplos, Ahok Mesti Pakai Juru Bicara
Gubernur yang memimpin Jakarta pada tahun 1966 sampai 1977 itu, juga dikenal dengan gaya bicaranya yang terbuka dan lepas
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Salah satu akar permasalahan antara kekisruhan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dengan DPRD adalah gaya komunikasi Ahok yang kerap meledak-ledak.
Karena itu, mantan Bupati Belitung Timur tersebut, dianjurkan menggunakan juru bicara selama mengemban tugasnya.
"Gaya berkomunikasi Gubernur (Ahok ) kerap meledak-ledak. Di mana, kehadiran juru bicara dapat memperhalus pesan yang ingin disampaikannya," kata AM Fatwa, Dewan Perwakilan Daerah RI daerah pemilihan DKI, usai acaraDialog Mengatasi Banjir Bersama Warga di Kampung Tanah Rendah, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (8/3/2015).
Kondisi tersebut, lanjut Fatwa, seperti pada kepemimpinan Gubernur DKI, Ali Sadikin dahulu. Dimana, Gubernur yang memimpin Jakarta pada tahun 1966 sampai 1977 itu, juga dikenal dengan gaya bicaranya yang terbuka dan lepas.
"Karena itu, dia menyadari bahwa hal tersebut, bisa menghambat komunikasi politiknya. Sampai akhirnya, menggunakan juru bicara Syariful Alam, yang memang cukup terkenal saat itu," katanya.
Namun, memang lanjut Fatwa, kondisi Jakarta saat itu beda dengan sekarang. Karena selain jumlah penduduknya yang lebih sedikit, yaitu 5 juta jiwa, juga tidak sekompleks sekarang.
"Dulu saja kondisinya masih lebih kondusif, dan jumlah penduduknya hanya 5 juta jiwa. Sekarang permasalahan Jakarta lebih kompleks, permasalahan kotanya lebih banyak, jumlah penduduknya juga lebih banyak, 10 juta jiwa," katanya.
Akibatnya, konflik antara Ahok dengan DPRD karena APBD pun terjadi. Salah satunya, karena dampak komunikasi politik yang tidak berjalan dengan baik.
"Dampaknya, permasalahan APBD muncul, keberlangsungan pembangunan DKI pun terganggu. Seharusnya, antara DPRD dengan Gubernur harus saling melengkapi. Apalagi, berada di bawah satu payung hukum undang-undang," katanya.
Asisten Kesejahteraan Rakyat DKI, Fatahilah, mengatakan, masalah yang terjadi pada APBD DKI memang menghambat program kerja Pemprov DKI. "Salah satunya, hampir tiga bulan tunjangan PNS belum dibayar," katanya.
Namun, meskipun demikian, ia meyakinkan bahwa hal tersebut, tidak akan mengurangi kinerja dari PNS tersebut. (Mohamad Yusuf)