Pengacara Ricki Muchtar: Prio Bisa Dianggap Tak Membunuh Tapi Menganiaya
Dengan meninggalkan korban dalam kondisi tak meninggal, maka Prio bisa dianggap tak membunuh.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Theo Yonathan Simon Laturiuw
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammad Prio Santoso (24) sudah tertangkap polisi. Dia diancam Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Ancaman terberatnya 15 tahun penjara. Tapi ada sebuah alibi yang bisa membuat hukumannya jadi ringan. Bahkan bisa meloloskan Prio dari tindak pidana pembunuhan.
Prio adalah pembunuh Deudeuh Alfi Sharin (26) alias Empi. Polisi menyebut Prio membunuh korban dengan cara mencekiknya. Empi dibunuh di kamar kosnya di Jalan Tebet Utara 15 C, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (10/4/2015) pukul 20.00 malam.
Alibi itu, yakni adanya jeda begitu panjang antara saat pelaku mencekik korban dengan waktu kematian korban yang diperkirakan dokter forensik saat mengotopsi jenazah Empi.
Prio mencekik korban pukul 20.00, Jumat (10/4/2015) malam. Sedangkan dokter forensik menyebut Empi meninggal 10 jam sebelum jenazah ditemukan. Padahal jenazah Empi baru ditemukan dalam keadaan tewas pada pukul 19.00 di hari Sabtu (11/4/2015) malam.
Artinya ada selisih waktu 13 jam antara waktu pencekikan yang diduga membuat korban tewas dengan waktu kematian korban yang ditentukan dokter forensik. Berarti ada kemungkinan Empi masih hidup saat ditinggal kabur Prio.
Prio mengaku bahwa tak tahu apakah korban sudah meninggal saat ia kabur.
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Musyafak, menjelaskan, terkadang seseorang tidak langsung tewas saat kekurangan oksigen sehingga ada jeda antara tak sadarkan diri dan kematian yang sebenarnya.
"Tapi biasanya jeda itu tidak lama, satu sampai dua jam, tidak sampai 13 jam. Kalaupun ada, kasusnya amat jarang," kata Musyafak kepada Warta Kota, beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, orang yang tewas akibat dibekap atau dicekik biasanya akan pingsan lebih dulu akibat darah di otak tak mendapat suplai oksigen. Kemudian, apabila tak ada pertolongan maka kerusakan akan menjalar ke sel-sel tubuh lain sampai akhirnya menghentikan detak jantung. Itulah saat seseorang benar-benar meninggal.
Makanya kemungkinan pengacara bermain dengan alibi ini untuk membebaskan Prio dari ancaman pasal pembunuhan bisa saja dilakukan. Sebab dengan meninggalkan korban dalam kondisi tak meninggal, maka Prio bisa dianggap tak membunuh.
Prio akan dianggap hanya melakukan penganiayaan yang menyebabkan korban mati sebagaimana tertulis di Pasal 351 ayat (3) KUHP. Hukumannya hanya tujuh tahun penjara. Berbeda dengan pasal pembunuhan yang hukuman maksimalnya 15 tahun penjara.
Pengacara Ricki Muchtar berkomentar, alibi itu amat bisa dipakai oleh pengacara untuk melepaskan korban dari tuduhan pembunuhan.
Menurut Ricki, seseorang yang berniat membunuh korban, pasti akan memastikan korban meninggal sebelum pergi.
"Harus ada niat," ucap Ricki kepada Warta Kota, ketika dihubungi, Kamis (16/4/2015).