Ahok Akan Laporkan Pembangunan Terminal Rawamangun ke Bareskrim
Yaitu dengan melakukan pencatatan, seperti letak, luas, tinggi bangunan, nomor IMB, nama kantor, penanggungjawab, dan lainnya.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Setelah kasus dugaan korupsi penyediaan alat uninterruptible power supply (UPS) yang berpotensi merugikan APBD DKI hingga ratusan miliar rupiah, Gubernur DKI Basuki T Purnama alias Ahok kini akan melaporkan dugaan penyelewengan dana proyek revitalisasi Terminal Rawamangun ke Bareskrim Polri.
"Bisa saja (dilaporkan ke Bareskrim). Makanya saya lagi cek dulu secara hukum. Makanya kita lihat aja mereka ngapain. Ngaco aja tuh Dishub sebenarnya," katanya di Balaikota, Kamis (28/5/2015)
Ahok menyatakan kekecewaannya kepada Dishub DKI Jakarta. Ia mempertanyakan, keberadaan bangunan kantor Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur yang tidak bisa dibongkar di terminal Rawamangun. Bangunan itu tetap dilakukan lelang pembangunan terminal Rawamangun.
"Ini Dishub itu lucu juga mereka, nyatakan bahwa kontraktor tuh udah tahu enggak bisa dibikin selesai (pembangunannya -Red) sengaja milih didenda. Jadi pekerjaan yang belum selesai, kalau dia bongkar bangunan kantor Sudin itu malah lebih mahal proyeknya," kata Ahok.
"Saya bilang kalian kontraktor udah tahu dong, ini melanggar dari bentuk gambar, kenapa sengaja dilanggar. Lelang kan bukan rancang bangun, berarti udah ada gambar yang bener dong. Jadi ini nggak bener gara-gara ada bangunan (kantor Sudinhub Jakarta Timur -red) itu dia gak bikin tembus, dia belokin," ujarnya lagi.
Karena itu, lanjut Ahok, dirinya akan mengarahkan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI agar tidak memberikan lelang untuk pembongkaran kantor tersebut.
Sementara itu, Kepala BPKAD DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengungkapkan sulitnya menghilangkan bangunan kantor Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur itu.
"Ternyata ketika kami mau hapus aset tersebut, belum tercatat oleh Sishub di Kartu Inventaris Barang Kelompok B," kata Heru ketika dihubungi Warta Kota, Kamis (28/5/2015).
Menurut Heru, untuk pencatatan aset itu sendiri, harus melalui beberapa proses. Yaitu dengan melakukan pencatatan, seperti letak, luas, tinggi bangunan, nomor IMB, nama kantor, penanggungjawab, dan lainnya.
Pihaknya juga mengaku, belum bisa melakukan pembongkaran, karena terkendala dengan peraturan.
"Selain itu, ternyata setelah diselidiki, gedung tersebut pada tahun 2012 dilakukan rehab ringan dengan menggunakan anggaran Rp 800 juta. Kendalanya, sesuai peraturan, gedung yang baru direhab, tidak bisa dibongkar, minimal dalam jangka waktu dua tahun," katanya.
Karena itu, untuk melakukan rencana pengikisan atau pembongkaran sebagian bangunan tersebut, harus melalui beberapa prosedur.
Yaitu dengan penilaian aset, lalu penghapusan aset terlebih dahulu.
"Kalau kita hitung secara prosedural, proses bisa dilakukan pengikisan itu pun, minimal akhir juli bisa dilakukan," katanya.