Panti Pijat dan Diskotek di Jakarta Tutup Selama Bulan Ramadan
Tempat yang harus tutup total itu griya pijat, diskotek, musik hidup, bola ketangkasan. Itu harus tutup satu hari sebelum puasa.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan pembatasan operasional tempat hiburan hingga pelarangan beroperasi selama bulan Ramadan.
Yang dilarang beroperasi diantaranya panti pijat kecuali yang berada di hotel-hotel.
Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta Purba Hutapea menjelaskan bila dalam pertemuan antara pengusaha hiburan malam dengan pihak Polda Metro Jaya, Senin (15/6/2015) malam akan mensosialisasikan kebijakan untuk tempat hiburan malam sepanjang bulan ramadhan.
"Selain untuk perkenalan, sekaligus untuk menjelaskan kepada mereka (pengusaha hiburan malam) bahwa ada aturan-aturan di DKI Jakarta berupa Perda dan Pergub terkait dgn penyelenggaraan hiburan menyangkut larangan-larangan dan jam operasi. itu intinya," ungkap Purba di Balai Kota, Senin (15/6/2015).
Dikatakan dia, dalam pertemuan tersebut akan dijelaskan kriteria mana tempat hiburan yang harus tutup, mana yang boleh buka tapi waktunya diatur, dan mana boleh buka terus.
"Tempat yang harus tutup total itu griya pijat, diskotek, musik hidup, bola ketangkasan. Itu harus tutup satu hari sebelum puasa dan satu hari setelah liburan," ungkapnya.
Tidak dijelaskan secara rinci tempat-tempat yang harus tutup selama bulan ramadhan "ya semua panti pijat, sekitar 35 persen panti pijat (yang ditutup). Kalau yang di hotel kan boleh," ujarnya.
Dikatakan dia, untuk aturan tersebut sudah disosialisasikan sejak lama dengan mengirimkan surat kepada masing-masing pengusaha hiburan malam sejak 15 Mei 2015. Dikatakannya bila ada yang melanggar tentu Satpol PP dan polisi bisa melakukan tindakan dengan melakukan penutupan paksa.
Dinas Pariwisata tidak punya kewenangan menutup secara sepihak pengusaha hiburan malam yang bandel membuka usahanya di bulan ramadhan. Begitu juga dengan pencabutan izin usaha bukan berada di tangan Dinas Pariwisata tetapi berada di tangan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP).
"Kalau yang berwenang melakukan penutupan kan Satpol PP. Tanggung jawab razia kan sama-sama bukan hanya Disparbud. Penyegelan kan satpol PP. Kalau pidana polisi misal prostitusi. Polisi tanpa harus ada permohonan dari masyarakat harus bertindak bila ada Narkoba, Miras. Jadi penegakan itu Polda dan. Satpol PP. Pariwisata sifatnya pre-emptive," tuturnya.