Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

'Dari Dulu Kami Tinggal di Sini tidak Pernah Ada Masalah, karena Gubernurnya Hormati Warga'

Mak Ati yang rumahnya ikut tergusur mengaku telah tinggal di RT 05/02 lebih dari 60 tahun.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
zoom-in 'Dari Dulu Kami Tinggal di Sini tidak Pernah Ada Masalah, karena Gubernurnya Hormati Warga'
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, bentrok dengan Satpol PP dan Polisi di Jalan Jatinegara Barat, Kamis (20/8/2015). Bentrokan terjadi karena warga menolak digusur dan dipindahkan untuk normalisasi kali Ciliwung. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengenakan daster hijau, perempuan renta yang sering dipanggil Mak Ati (85), memperhatikan orang yang lalu lalang di depan rumahnya.

Tatapannya nanar melihat warga di sekitar lingkungannya di Kampung Pulo, Jakarta Timur, bentrok dengan Satpol PP.

Sebelumnya terjadi bentrokan saat dilakukan eksekusi terhadap sejumlah rumah warga yang berdiri di bantaran Kali Ciliwung, Kampung Pulo, Jakarta Timur, Kamis (20/8/2015).

Warga menghadang puluhan petugas Satpol PP yang akan melakukan eksekusi rumah di Kampung Pulo.

Bentrokan menyebabkan aparat melemparkan gas air mata kemudian Jalan Jatinegara ditutup.

Bentrokan tersebut setidaknya menyebabkan delapan orang luka-luka dan dilarikan ke Rumah sakit Hermina yang tidak jauh dari lokasi bentrokan.

Selain itu bentrokan juga menyebabkan satu kendaraan berat hangus dibakar.

Menurut Mak Ati, bentrokan tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila pemimpin menghormati warganya.

Dari dulu, warga di sekitar Kampung Pulo tidak pernah diusik karena selalu dihormati.

"Dari dulu kami tinggal di sini tidak pernah ada masalah, karena Gubernurnya hormati warga," kata Mak Ati.

Mak Ati yang rumahnya ikut tergusur mengaku telah tinggal di RT 05/02 lebih dari 60 tahun.

BERITA TERKAIT

Mak Ati menjelaskan banyak kenangan di rumah yang akan dirobohkan tersebut.

Rumah satu lantai yang dindingnya tembok dengan warna kusen coklat tersebut dibangun dengan susah payah.

"Suka sedih kalau inget gimana dulu susah ngebangunnya, bisa sakit kalau diinget-inget," katanya.

Menurut Mak Ati, banyak perubahan yang terjadi di Kampung Pulo, mulai dari air dan lingkungan.

Mak Ati menuturkan air di Kampung Pulo dulunya bersih dan bisa dimasak untuk air minum.

Sementara sekarang, jangankan untuk air minum, untuk mencuci pakaian pun harus berpikir dua kali.

Selain itu menurutnya, di Kampung Pulo pun tidak pernah terjadi banjir, meski hujan turun sangat deras.

"Dulu bersih bisa diminum, banjir juga engga ada. Engga tahu sekarang kenapa menjadi kaya gini," tanyanya.

Mak Ati membantah jika rumah yang ditinggalinya ilegal.

Ia mengaku selalu rutin membayar pajak yang dibebaskan pemerintah setiap tahunnya.

Dulunya menurut Mak Ati ia tinggal di Kampung Pulo dengan sistem sewa terhadap seorang tuan tanah yang bernama Yusuf.

Tarif sewa tersebut sebesar Rp 2 ribu per tahun. Namun kini tidak ada pungutan uang sewa tersebut.

"Lama kelamaan tidak ada lagi sewa-sewaan," katanya.

Suasana di Kampung Pulo semasa awal ia tinggal, sangat sepi.

Banyak warga kemudian berdatangan setelah terjadi kebakaran hebat pada tahun 1960.

Atas kesepakatan dan izin gubernur saat itu, warga diperbolehkan tinggal di Kampung Pulo.

"Setelah ada kebakaran, banyak warga ke sini, tinggal di sini, dan matok-matokin tanah," katanya.

Mak Ati mengaku tidak akan pindah ke Rusun Jatinegara yang disediakan pemerintah sebagai kompensasi penggusuran.

Ia mengaku tidak terbiasa tinggal di rusun yang terdiri dari beberapa lantai.

Ia lebih memilih tinggal di rumah anaknya yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Rumah anaknya tersebut tidak terkena gusuran yang dilakukan pemerintah untuk pembuatan jalan inspeksi.

"Bikin susah, apalagi kebagiannya di lantai 16," katanya.

Sementara itu Kasatpol PP Kukuh Hadi Santoso mengatakan tidak akan melakukan ganti rugi apapun terkait eksekusi rumah warga di Kampung Pulo.

Lantaran rumah yang dieksekusi, berdiri di atas tanah negara.

Sebelumnya alasan sejumlah warga protes dan melakukan perlawanan adalah tidak adanya ganti rugi dari pemerintah.

"Ganti rugi dari mana, ini kan tanah negara," ujar Kukuh yang meninjau lokasi eksekusi Kamis sore.

Menurut Kukuh, pemerintah sebenarnya berbuat baik dengan merelokasi warga ke Rusun Jatinegara.

Rusun tersebut dipersiapkan terlebih dahulu sebelum penggusuran dilakukan.

Pemda DKI tidak begitu saja membiarkan warganya tanpa tempat tinggal karena rumahnya dieksekusi.

"Kita buatkan tempat tinggal sebelum digusur, karena mereka warga kita dan saudara-saudara kita," paparnya.

Sementara itu Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian yang meninjau lokasi sesaat setelah bentrokan mengatakan sebanyak 27 warga telah diamankan terkait bentrokan.

"Kita sudah amankan sebanyak 27 orang," katanya.

Tito mengatakan akan memproses hukum warga yang terbukti bertindak anarkis saat penggusuran dilakukan.

Mulai dari pengrusakan alat berat hingga penyerangan terhadap petugas.

"Dengan sangat menyesal kami akan tindak karena telah melanggar aturan," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas