Polda Bongkar Sindikat Penipuan Asal Nigeria
Ada beberapa modus operandi. Pelaku sindikat. Ada WNI dan WNA. Korban laki-laki dan perempuan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap kasus penipuan bermodus operandi Email Fraud. Kejahatan dilakukan sindikat penipuan asal Nigeria.
Lima pelaku ditangkap di Tangerang Selatan dan DKI Jakarta. Mereka yaitu, tiga WNA asal Nigeria, E.N, I.S.A, OR dan dua WNI, D.S dan PR. Sedangkan, satu WNA asal Nigeria, W.B dan satu WNI, I.N masih melarikan diri.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Mujiono, mengatakan kasus itu terungkap setelah korban melapor kepada aparat kepolisian.
"Ada beberapa modus operandi. Pelaku sindikat. Ada WNI dan WNA. Korban laki-laki dan perempuan. Kasus cukup banyak. Kerja keras dan kerjasama dalam waktu tak lama kasus diungkap," tuturnya, di Mapolda Metro Jaya, Jumat (9/10/2015).
Dia menjelaskan, modus operandi pertama, OR, Warga Negara Asing (WNA) asal Nigeria menipu dengan cara berpura-pura sebagai tentara Inggris. OR mengajak rekannya, PR, Warga Negara Indonesia (WNI) untuk membantu.
Pelaku OR melalui akun Facebook, Chris Deverel, pelaku berkenalan dengan korban, Mr X. OR mengaku sebagai tentara Inggris yang akan berakhir masa tugas di Kabul, Afghanistan.
OR mengaku kepada korban, tidak bisa membawa uang sebesar 200 juta USD. Dia meminta tolong kepada korban untuk menerima uang tersebut yang akan dikirim via Diplomatic Agen yang berpengalaman ke Indonesia.
Pelaku PR menghubungi korban via telepon dan mengaku sebagai Petugas Cargo Bandara Soekarno-Hatta. Dia mengatakan barang OR tertahan di kargo dan meminta uang kepada korban untuk menebus dan harus membayar Security Chek dan surat/dokumen UN Jakarta lainnya.
"Tersangka menghubungi korban supaya (uang,-red) tidak tertahan korban harus mengeluarkan uang Rp 655 juta. Dia (korban,-red) mau mengirim uang itu," kata Mujiono.
Sementara itu, modus operandi kedua tersangka I.N menawarkan bisnis investasi berupa paket uang 3.500.000 USD dan korban, JS, akan diberikan keuntungan sebesar 35 persen. Perkenalan I.N dengan JS melalui media sosial Facebook.
Tersangka I.S.A memberitahukan korban paket yang dikirimkan dari London sudah tiba di Bandara Soekarno-Hatta.
Namun, karena paket berisi uang tunai maka petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta yang mengaku bernama D.S menahan paket itu dan memberitahukan pelapor membayar denda agar paket itu dapat dikirim ke alamat tujuan.
"Orang asing Nigeria berkenalan dengan orang Indonesia melalui FB. Dia mau investasi di Indonesia. Tersangka kenalan melalui FB dengan orang Indonesia," tutur Mujiono.
Kemudian, W.B menginformasikan pada paket terdapat cap stempel dan dalam pengawasan keamanan Amerika Serikat.
Paket itu diserahkan kepada E.N, kemudian dibawa ke Kedubes Amerika Serikat untuk dibersihkan cap stempat yang ada pada paket.
Kemudian, E.N memberikan paket itu kepada petugas Kedubes Amerika Serikat atas nama B.R untuk membersihkan cap stempel yang ada pada paket. B.R meminta biaya sejumlah uang kepada J.S sehingga pelapor mengalami kerugian uang Rp 389.400.000.
"Uang tertahan di Bandara Soekarno Hatta. Tersangka berhubungan dengan korban untuk mengambil uang tunai di bandara. Korban diminta Rp 389 juta. Korban mau," kata Mujiono.
Atas perbuatan tersebut, pelaku, E.N, I.S.A, D.S, OR dan PR disangkakan pasal 378 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 3, 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman maksimal pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Sementara itu, karena menggunakan media sosial, maka ditambah pasal 28 ayat 1 juncto pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda Rp 1 miliar.