Perlu Dibuktikan Kebenaran Penembakan Pelaku Pemerkosaan di JPO
Seharusnya pelumpuhan terhadap pelaku tidak berakibat hilangnya nyawa karena tewasnya pelaku
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Julius Ibrani, Koordinator Bantuan Hukum YLBHI, menyesalkan penembakan, ITH (29), preman pelaku kekerasan disertai pemerkosaan terhadap RJ (23) di Jembatan Penyebrangan Orang (JPO), Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Dia menilai seharusnya pelumpuhan terhadap pelaku tidak berakibat hilangnya nyawa karena tewasnya pelaku maka penyelidikan kasus tersebut dihentikan.
"Ancaman harus dibuktikan, kasus(penembakan pelaku pemerkosaan di JPO) masih simpang siur. Jika ada serangan menggunakan golok maka dibenarkan pelumpuhan, namun kalau pelaku angkat tangan dan golok diletakan tak ada ancaman," tutur Julius saat dihubungi, Senin, (30/11/2015).
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelengaraan Tugas Polri diatur mengenai pelumpuhan terhadap pelaku kejahatan.
Menurut Julius, pelumpuhan bisa dilakukan dengan cara menembak pelaku dibagian yang tidak menyebabkan kematian.
"Itu dibenarkan jika pelaku membawa senjata tajam dan mengancam polisi. Namun pelumpuhan tidak seharusnya menewaskan pelaku. Bisa ditembak di paha atau kaki, jika ancaman menggunakan senjata api bisa ditembak ditangan," tambahnya.
Aparat Subdit Reserse Mobile (Resmob) Dit Reskrimum Polda Metro Jaya menembak dua kali di bagian dada ITH sehingga dia meninggal dunia. Penembakan dilakukan di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan pada Jumat (27/11).