Surat Panggilan Salah Alamat, Lulung Tetap Hadir ke Bareskrim
Saya hadir di Bareskrim supaya semuanya lebih terbuka.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sesaat sebelum diperiksa sebagai saksi terkait perkara korupsi dalam pengadaan printer dan scanner 3D untuk 25 SMAN/SMKN di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat 2014, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Abraham Lunggana atau Lulung memamerkan surat panggilan dirinya dari penyidik Bareskrim.
Dihadapan awak media, Lulung yang menggunakan kemeja biru muda itu menunjukkan surat berlambang Bareskrim di dalam amplop coklat. Lulung pun sempat membacakan isi surat itu.
Dimana intinya, penyidik memanggil Lulung pada hari ini, Kamis (25/2/2016) untuk diperiksa atas tersangka GM, Direktur PT TWA, perusahan yang mengadakan Printer dan scanner.
"Saya hadir di Bareskrim supaya semuanya lebih terbuka. Saya yakin penegak hukum berani, seperti saya kemarin berani jujur tapi hebat. Kalau KPK kan hebat, tapi kagak hebat-hebat," beber Lulung di Bareskrim.
Menurut Lulung alamat surat panggilan itu ditujukan di Bandung, dan itu salah lamat.
Meski begitu, Lulung tetap hadir sehingga ini bentuk dirinya tidak takut seperti apa yang disangkakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
"Saya dipanggil alamatnya di Bandung, tapi saya masih datang. Pak Ahok kan bilang Pak Haji Lulung takut datang, tapi tidak. Alamatnya beda aja, dua tetap dateng kok," tegasnya.
Untuk diketahui, dalam kasus ini selain Alex Usman sebagai tersangka ada pula tersangka lainnya yang ditetapkan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Polri, dia adalah GM, Direktur PT TWA, perusahan yang mengadakan Printer dan scanner.
Kepala Bagian Analisis dan Evaluasi Bareskrim Polri Kombes Hadi Ramdani menjelaskan berdasarkan penyidikan, ditemukan bukti bahwa GM melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan Alex Usman.
Alex merupakan mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka dan kasusnya sudah masuk ke persidangan.
"Modus tersangka, yakni menyalahgunakan wewenangnya untuk mengadakan printer dan scanner 3D di 25 sekolah di Jakarta Barat," ujar Hadi.