Akbar Faizal Bingung Banyak yang Sewot Partai NasDem Dukung Ahok di Pilgub DKI
"Dan kami sebagai pihak tertuding untuk alasan yang tak jelas," kata Akbar Faizal.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai NasDem, Akbar Faizal, tidak paham mengapa pilihan partainya untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilgub DKI Jakarta 2017 yang kemudian terbukti menjadi representasi sikap sebagian masyarakat Jakarta dan Indonesia umumnya tiba-tiba membuat kelabakan banyak pihak yang selanjutnya menuding kiri-kanan.
"Dan kami sebagai pihak tertuding untuk alasan yang tak jelas," kata Akbar Faizal dalam keterangannya, Jumat (11/3/2016).
Anggota DPR ini tak paham dengan tudingan semacam itu.
"Tapi kami tak akan meladeni berbagai tudingan yang semakin tak bisa dipahami sekaligus lucu tersebut. Tentang kalimat-kalimat yang keras, tajam cenderung kasar dari Ahok, siapa yang tak terganggu? Tapi mengapa kita tidk memahami sikap Ahok dari sudut pandang yang lain?" ujar Akbar.
"Mengapa kita tidak menetapkan sikap Ahok ini sebagai garis demarkasi baru? Kami di NasDem tak merasa malu apalagi terhina memberikan dukungan kepada Ahok meski dia telah memilih jalur independen," Akbar menambahkan.
Menurut dia, sikap NasDem ini tentu saja sebuah anomali.
"Kami sadar itu. Banyak pihak terutama dari kalangan akademisi tampak keberatan dengan pilihan kami itu sebab itu gerakan kembali ke titik nol dan melabrak semua pakem tentang substansi sebuah parpol," ujar Akbar.
Apalagi, pendapat dari partai politik lain ke NasDem yang bahkan ada yang sudah menjurus kasar menuding pihaknya.
"Kami bingung sebab pilihan politik kami kok membuat sewot banyak pihak. Maafkan kami sahabat. Tapi kami tak melihat alasan yang cukup untuk berbagai tudingan yang mulai tak bersahabat tersebut," kata Akbar.
Dijelaskan, sikap NasDem ini semata pengakuan tentang merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap parpol.
"Sekali lagi, itu bukanlah hina bagi kami. Kejujuran kok dianggap hina? Kami justru mengajak diri kami memahami semua peristiwa ini sebagai cermin sekaligus otokritik bagi kami sebagai sebuah parpol. Jika ini dianggap sebagai proses melukai diri sendiri sebagai parpol, kami rela. Kami bersedia melukai diri kami dengan harapan darah yang harus keluar dari tubuh kami mampu menjadi serum yang kelak bisa memperbaiki berbagai penyakit yang tak perlu untuk sebuah parpol yang pada akhirnya berdampak kepada rakyat Indonesia," ujar Akbar.
Dijelaskan soal ini bukan hal yang sederhana sebab ini soal mandat yang telanjur diberikan kepada NasDem sebagai sebuah parpol.
"Jika boleh, ijinkan saya mengajak parpol lain untuk bersama menjadikan momen ini sebagai garis demarkasi baru dan titik awal kesadaran parpol untuk tidak membelakangi rakyat yang diwakilinya," katanya.
Lanjut Akbar, gerakan penyerahan KTP kepada Ahok untuk memenuhi syarat sebagai calon independen seharusnya dipandang sebagai cubitan keras bagi parpol.
"Saya menghindari memggunakan kata 'tamparan'. Ya... tentu saja kami menyadari sikap Ahok yang sangat keras dan keluar dari model komunikasi elite selama ini. Tapi itu tak cukup kuat bagi kami untuk menjadikan kami kehilangan fokus tentang apa fenomena dan paradigma yang terjadi dibalik semua ini. Kali ini, masyarakat ingin mengirim sinyal tentang kegalauan mereka tentang keberadaan dan fungsi sebuah parpol," katanya.
Tapi, lanjut Akbar, itu bukan berarti mereka membenci parpol.
"Masyarakat sedang memberi kami, dan kita para pengelola parpol, waktu untuk segera bergegas sebelum kepercayaan mereka benar-benar hilang. Hari ini, kami telah bersikap. Jika pun sahabat kami parpol lain tak berkenan maka kami mohon maaf. Tapi inilah pilihan kami. Dan kami sama sekali tak menyesal. Kami memilih Ahok," kata Akbar.