Sebut Ada Mafia Tanah di Jakarta, Ahok: Sudah Kalah Kami Wajib Bayar Rp 40 Miliar
"Di Jakarta itu, banyak sekali kasus orang dengan alasan tanah verponding, girik lah, tiba-tiba bisa menang,"
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyebut adanya mafia tanah di Jakarta.
Bahkan diyakininya ada pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang terlibat.
Ahok heran dengan pihak yang hanya memiliki sertifikat verponding atau tanah yang dulunya dimiliki pemerintah kolonial Belanda, tapi bisa menang di pengadilan, mengalahkan pihak yang memiliki sertifikat hak milik.
Satu diantara permasalahannya yang kini dihadapi warga Meruya Selatan, Jakarta Barat.
Puluhan warga mengeluhkan lahan mereka yang diakuisisi PT Porta Nigra.
Padahal disebut seorang warga bernama Teguh (62) mereka memiliki sertifikat hak milik.
Ahok menyatakan kasus sengketa tanah seperti itu kerap kali terjadi.
"Di Jakarta itu, banyak sekali kasus orang dengan alasan tanah verponding, girik lah, tiba-tiba bisa menang," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2016).
Disebutnya ada sindikat mafia tanah yang memonopoli pertanahan di Jakarta.
Dia mencontohkan kalahnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari Yayasan Saweri Gadung.
Kekalahan terkait gugatan lahan yang digunakan untuk Kantor Wali Kota Jakarta Barat di Jalan S Parman.
Kekalahan tersebut, membuat Pemprov DKI harus menyerahkan lahan itu ke Yayasan Saweri Gadung sembari merobohkan bangunan kantornya.
"Hanya karena kesaksian seorang Lurah, kami kalah. Sudah kalah, kami juga wajib bayar sewa ke dia Rp 40 miliar. Dia tidak pernah wajib bayar PBB," imbuh dia.
Ahok sebut adanya mafia tanah yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kita tidak bisa menuduh ada mafia tanah, tapi bisa rasakan di Jakarta banyak mafia tanah. Ada sindikat calo tanah verponding untuk mengurus lagi barang mati," tegasnya.