KPK Tanyakan Dasar Hukum, Ahok: Panggil Saja!
"Saya kira nanti tinggal panggil saja," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan payung hukum dari kontribusi tambahan.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan kesediannya dipanggil KPK untuk menjelaskan payung hukum dari 'palak' pengembang reklamasi.
"Saya kira nanti tinggal panggil saja," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).
Ahok berdalih sudah ada payung hukum mengenai keputusan yang diambilnya untuk memalak pengembang.
Keputusannya membuat perjanjian kerja sama dengan pengembang reklamasi untuk mengatasi stagnasi.
Pasalnya, diskresi dilakukan pada Maret 2014, dan UU Administrasi Pemerintah No 30/2014 baru disahkan Oktober 2014. Dalam UU Administrasi Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014, disebutkan bahwa diskresi adalah wewenang yang melekat pada PNS dan pejabat negara.
"Yang penting ini untuk kepentingan umum. Ini manfaat buat rakyat, tidak ada keuntungan untuk pribadi. Saya laksanakan sebagai pejabat dinas bukan? Apa yang dilanggar? UU 30 Tahun 2014 justru menguatkan bahwa pejabat itu boleh diskresi," katanya.
Diketahui Pengembang yang diminta Ahok membangun proyek yang merupakan kewajiban yang dibayar dimuka terkait kontribusi tambahan selain Podomoro adalah PT Jakarta Propertindo, PT Muara Wisesa Samudera, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Kartika Pakci.
Angka kontribusi tambahan juga dimasukkan ke dalam payung hukum yang akan mengatur terkait reklamasi pantai utara Jakarta, yakni Raperda RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ) dan Raperda RTRKSPJ (Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Panturan Jakarta).
Dugaan barter kontribusi tambahan dari perusahaan pengembang reklamasi dengan izin pelaksanaan menjadi satu poin yang didalami KPK terkait penyidikan kasus suas Raperda reklamasi pulau di Pantai Utara Jakarta.
Sebab, belum ada payung hukum mengenai kontribusi tambahan hingga dibolehkannya barter tersebut. Demikian disampaikan Ketua KPK, Agus Rahardjo usai memimpin Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional di pelataran Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
"Kalau tidak ada peraturannya ada tanda tanya besar dong. Peraturannya mestinya disiapkan dulu," kata Agus.