Ahok Mengeluarkan Ponsel Minta Izin untuk Memotret Sebuah Alat Bukti dalam Persidangan
Ahok dikonfirmasi soal bukti-bukti yang dikumpulkan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dikonfirmasi soal bukti-bukti yang dikumpulkan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ahok yang mengenakan batik cokelat lengan panjang diminta berdiri. JPU menunjukan bukti di depan Majelis Hakim. Ada satu bukti yang menarik perhatian Ahok. Hingga membuat dia meminta izin untuk memfoto salah satu dokumen yang ditunjukan JPU.
Ahok mengeluarkan ponsel pintar dari kantong kanannya. Ahok ingin memiliki bukti tersebut, untuk menyelidiki tentang sebuah surat dari perusahaan pengembang, pemilik izin reklamasi yang seharusnya diterima dirinya.
"Surat ini tidak disampaikan kepada saya. Seharusnya, kalau surat itu masuk ke saya, pasti ada disposisi. Kalau diizinkan boleh saya foto. Siapa tahu ada pengkhianat di kantor saya. Bukan kita suudzon, tapi memang kita banyak musuh," ujar Ahok di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016).
Begitu persidangan selesai, Ahok menjelaskan kepada awak media, surat yang ditujukan kepada Gubernur DKI dan diterima dirinya, lazimnya disertai lembar disposisi yang berisi instruksi tertulis untuk menindaklanjuti surat.
Ahok memfoto surat itu, untuk kemudian dicek riwayatnya melalui arsip disposisi di kantornya, di Balai Kota, Jakarta Pusat. Bila arsip mencatat surat sudah pernah dibaca dan disposisi, dia berarti sekadar tak ingat pernah menulis instruksi untuk menindaklanjuti surat.
"Saya katakan satu hari saya (disposisi) ratusan surat. (Surat yang diperlihatkan majelis hakim) sudah sekian tahun, saya tidak ingat (pernah mendisposisi)," ujar Ahok.
Namun, bila arsip disposisi tidak pernah mencatat keberadaan surat, Ahok mengatakan, ia bisa mengambil kesimpulan pihak tertentu di jajarannya memang sengaja menginginkan surat tidak sampai ke mejanya. Ahok mengatakan, bila hal itu yang terjadi, maka pihak yang melakukannya dan motivasi di baliknya harus ditelusuri.
"Kalau ternyata enggak ada disposisi saya, berarti ada pengkhianat yang menahan (surat) dari pengetahuan saya," ucapnya.
Ahok menjelaskan surat itu mengenai pengembang yang mengajukan usulan tentang isi dari Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Pengembang mengajukan tentang isi dari perda tata ruang. Saya juga enggak ingat baca itu. Bisa saja suratnya banyak saya langsung disposisi Sekretaris Daerah, ditindaklanjut sesuai aturan. Saya ngapain baca teknis, saya kan bukan orang teknis," kata Ahok.
Hal itu dikatakan Ahok seusai bersaksi dalam kasus dugaan suap pembahasan raperda tentang reklamasi Teluk Jakarta dengan terdakwa mantan Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro.