Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menunggu Megawati, Siapa Calon yang Akan Dia Dorong Maju ke DKI 1

Mantan Bupati Belitung Timur itu sudah melupakan jalur independen dan kini fokus mencari cara menang dengan dukungan partai politik.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Menunggu Megawati, Siapa Calon yang Akan Dia Dorong Maju ke DKI 1
PINTEREST
Megawati 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pilkada DKI Jakarta selalu menarik perhatian. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai kompetisi di etalasenya Indonesia, di mana harapan publik dan politik dihitung lebih cermat.

Tentu masih ingat ingar bingar Pilkada DKI Jakarta 2012. Saat itu, pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terpilih menjadi pemimpin baru di Ibu Kota, pasangan calon lainnya tergusur, termasuk petahana Fauzi Bowo (Foke).

Kemenangan Jokowi-Ahok di Jakarta cukup mengejutkan, karena membalikkan banyak hasil survei yang menyebut Foke akan memenangkan Pilkada DKI 2012 dalam satu putaran.

Kemenangan  itu lalu dikaitkan dengan tepatnya keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memilih Jokowi sebagai cagub dan menerima tawaran Partai Gerindra yang mengajukan Ahok sebagai cawagubnya.

Banyak waktu yang dihabiskan untuk konsolidasi politik sampai akhirnya Jokowi-Ahok didaftarkan menjadi pasangan cagub-cawagub ke KPU Provinsi DKI Jakarta.

Pasangan "Jakarta Baru" itu menang karena Megawati berhasil menggunakan intuisi politiknya dengan baik.

Gerakkan mesin partai

Berita Rekomendasi

Setelah Pilkada DKI Jakarta 2012, Megawati kembali dihadapkan dengan kondisi serupa pada Pemilu 2014.

Situasinya mungkin lebih pelik, karena PDI-P mematok target memenangkan pemilu legislatif dan pemilu presiden sekaligus.

Presiden ke-5 RI itu terjun langsung ke banyak titik kampanye PDI-P di seluruh Indonesia. Konsolidasi dilakukan untuk menggerakkan mesin partainya.

Kerja keras berbuah manis, PDI-P berhasil mendapatkan 109 kursi DPR RI dan memenangkan pilpres.

Keberhasilan PDI-P pada Pileg 2014 tidak dapat dilepaskan dari keputusan yang diambil Megawati.

Tingginya perolehan kursi PDI-P di DPR RI disebut dipengaruhi oleh keputusan Megawati menunjuk Jokowi sebagai capres.

Saat itu, lembaga-lembaga survei mengatakan pencapresan Jokowi berhasil menggerakkan pemilih memilih PDI-P.

Megawati, melalui proses yang panjang, berhasil membawa partainya berjaya tahun 2014.

Banyak cerita soal suasana kebatinan yang muncul di internal PDI-P, khususnya ketika Megawati menunjuk Jokowi menjadi capres.

Tapi, semua keriuhan di “kandang banteng” mendadak berhenti. Seluruh pengurus, kader, dan simpatisan partai sampai tingkat anak ranting "tegak lurus" menjalankan instruksi saat Megawati meminta Jokowi-JK dimenangkan

Saat itu, Megawati mengatakan, Pemilu 2014 bukan hanya penting secara politik, tetapi juga penentu perbaikan bangsa ke depan.

"Sekarang saya kasih kalian seorang jagoan (Jokowi). Kalau kalian enggak memenangkan, maka PDI-P selamanya enggak akan memiliki presiden," ucap Megawati, saat menyampaikan orasi politiknya di Lapangan Trikoyo, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (5/4/2014) silam.

Keberhasilan pada Pemilu 2014 mengokohkan posisi Megawati sebagai politisi berpengaruh dalam peta politik nasional. Secara bersamaan, Pilkada DKI juga disebut sebagai pijakan menuju kursi RI 1.

Jagoan PDI-P

Kini, jelang bergulirnya Pilkada DKI 2017, teka-teki mengenai keputusan Megawati kembali mencuri perhatian. Semua partai politik menanti keputusannya menetapkan pasangan cagub dan cawagub DKI Jakarta yang akan diusung PDI-P.

Konstelasi politik di Jakarta masih sangat dinamis selama PDI-P, fraksi yang memiliki kursi terbanyak di DPRD DKI Jakarta, belum menetapkan "jagonya".

Awalnya, PDI-P diprediksi akan mengusung Ahok sebagai cagub pada Pilkada DKI Jakarta. Sebagai petahana, elektabilitas Ahok sangat tinggi dan memiliki kedekatan personal dengan Megawati.

Tapi, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai, banyak kader PDI-P di Jakarta yang menolak Ahok diusung menjadi cagub. Situasinya sangat mungkin berubah jika Megawati menggunakan hak prerogatifnya untuk memilih Ahok.

"Ada faktor Ibu Mega masih memiliki hati kedekatan dengan Ahok. (Tapi) sulit juga, pengurusnya enggak mau sama Ahok, Ibunya (Megawati) kasih peluang," ujar Qodari.

Penolakan dari tubuh PDI-P muncul khususnya saat Ahok mengungkapkan rencananya maju melalui jalur independen. Relawan pendukungnya, "Teman Ahok", mengklaim berhasil mengumpulkan satu juta KTP dukungan untuk mengusung Ahok.

Sontak, suara-suara kritis terdengar dari sejumlah elite PDI-P. Langkah Ahok yang sempat memilih jalur independen dianggap mengerdilkan marwah partai politik.

"Wajar saja kalau Ahok selalu membuat manuver politik yang akan menguntungkan kepentingan dirinya, termasuk mengklaim bahwa dia akan mendapatkan dukungan politik dalam Pilkada DKI 2017 dari Ibu Megawati," ucap Wakil Sekjen DPP PDI-P Ahmad Basarah.

Menurut Basarah, politik merupakan hal dinamis. Ahok pun bisa saja mendapat dukungan politik dari PDI-P pada Pilkada DKI 2017.  Namun, Basarah menegaskan soal "mazhab" PDI-P sebagai partai politik yang menjalankan ideologi Pancasila sehingga tidak dapat mendukung calon perseorangan.

"Satu hal yang pasti, PDI-P tidak akan mungkin mendukung calon perseorangan karena hal itu akan bertentangan dengan 'mazhab' ideologi PDI-P yang berpahamkan ideologi Pancasila," ujarnya.

Ideologi Pancasila, kata Basarah, mengutamakan gotong royong atau kolektivisme. Hal itu diterjemahkan dengan perjuangan politik melalui jalur kepartaian.

Sementara itu, calon perseorangan, menurut Basarah, merupakan turunan dari paham individualisme-liberalisme. Maka dari itu, antara calon perseorangan dan PDI-P tak akan menyatu.

"Hal itu ibarat minyak dan air yang tidak mungkin bisa menyatu," ungkap Basarah.

Secara personal, Ahok memang memiliki kedekatan dengan Megawati. Tapi dalam politik, Megawati tentu akan sangat menghitung, dan menimbang semua aspirasi yang berkembang, khususnya dari dalam partainya.

PDI-P memiliki modal positif menghadapi pilkada serentak karena berhasil mencatat kemenangan besar tahun 2015. Partai tersebut berhasil meraih kemenangan di 160 daerah, atau melebihi target yang dipatok yakni menang di 156 daerah.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 86 kepala daerah yang diusung merupakan kader PDI-P. Selain itu, 20 calon kepala daerah diusung tanpa koalisi. Lalu dari total kemenangan di 160 daerah itu, PDI-P menjadi partai pengusung utama di 73 daerah.

Keberhasilan itu menjadi catatan penting  yang mengilapkan prestasi Megawati dalam membesarkan PDI-P. Lalu bagaimana dengan Pilkada DKI Jakarta? (Baca: Megawati Tak Ingin Tergesa Menentukan Cagub DKI)

Saat ini PDI-P memiliki enam figur yang lolos seleksi penjaringan bakal cagub dan cawagub. Nama enam figur itu memang dirahasiakan, tapi dipastikan akan disampaikan kepada Megawati untuk kemudian salah satunya ditetapkan menjadi cagub DKI.

Seiring berjalannya proses penjaringan, PDI-P juga terus berkomunikasi intens dengan partai politik lainnya. PDI-P masih memiliki sederet nama yang dianggap potensial memenangkan Pilkada DKI Jakarta, di antaranya adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma, dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.

Seandainya Megawati menggunakan hak prerogatif untuk memilih Ahok sebagai figur yang diusung pada Pilkada DKI Jakarta 2017, apakah mesin politik PDI-P akan bekerja optimal memenangkannya?

Karena, pada saat bersamaan, jika memilih Ahok, PDI-P harus berbagi ruang kemudi dengan Partai Nasdem, Golkar, dan Hanura, yang telah lebih dulu memberikan dukungan kepada Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur itu sudah melupakan jalur independen dan kini fokus mencari cara menang dengan dukungan partai politik.

Lalu, siapa figur yang akan dipilih PDI-P untuk berkontestasi di Pilkada DKI? Kita tunggu Megawati bertitah, karena semua kader PDI-P adalah petugas partai yang harus siap...

Penulis: Indra Akuntono

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas