Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ada Lukisan DN Aidit di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Ini Penjelasan Angkasa Pura 2

Lukisan tersebut menampilkan ratusan figur tokoh yang pernah menoreh sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Ada Lukisan DN Aidit di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Ini Penjelasan Angkasa Pura 2
Tribunnews.com/Hendra Gunawan
Seorang calon penumpang pesawat sedang memperhatikan lukisan-lukisan tokoh Indonesia di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta 

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG -- Sejak Kamis (11/8/2016), netizen ramai membicarakan tentang salah satu karya seni lukisan yang ditampilkan di area boarding Terminal 3 New Bandara Soekarno-Hatta.

Lukisan yang dimaksud adalah Seri Ilusi # The Indonesia Idea (.ID) karya seniman Galam Zulkifli. Lukisan tersebut menampilkan ratusan figur tokoh yang pernah menoreh sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia, mulai dari sebelum sampai setelah kemerdekaan.

Salah satu figur tokoh yang ramai diperbincangkan oleh netizen di media sosial adalah Dipa Nusantara Aidit, Ketua Umum Partai Komunis Indonesia (PKI). Sosok figur yang disebut-sebut sebagai DN Aidit ada di sebelah kiri bawah lukisan tersebut.

Ukuran figur itu lebih kecil ketimbang figur tokoh-tokoh lainnya yang digambarkan lebih besar dalam kanvas lukisan tersebut.

Head of Corporate Secretary and Legal PT Angkasa Pura II Agus Haryadi saat dihubungi Kompas.com menjelaskan, lukisan tersebut sebenarnya menceritakan tentang kaleidoskop bangsa Indonesia.

Sosok yang ditampilkan oleh Galam merupakan mereka yang pernah menorehkan sejarah dan riwayat bangsa Indonesia, terlepas dari sejarah yang baik maupun sejarah kelam.

"Terbentuknya bangsa ini kan dari perjalanan panjang yang berdarah-darah. Mungkin kalau ini dipajang di museum, tidak masalah. Tapi, karena ini dipajang di area publik, jadi menuai komentar netizen," tutur Agus.

Berita Rekomendasi

Dari deskripsi singkat di bawah lukisan Galam, tertulis penjelasan sebagai berikut:

Indonesia bukanlah sebuah antinomi yang memperlihatkan wajah yang tunggal. Ia adalah sebuah pembayangan bersama yang ditopang dari ide yang beragam. Ide atau pikiran yang kemudian bermetamorfosis menjadi ideologi di praksis pergerakan sedemikian rupa berdialog dan mencari titik kompromi yang terkadang musykil.

Sebagai sebuah panggung, Indonesia adalah persembahan panjang tentang pencarian kebenaran lewat jalan perdebatan. Ide-ide dipertemukan mencari formula, tidak saja bentuk negara, melainkan juga bagaimana mempertemukan keragaman ide dari tuturan bahasa yang berbeda-beda se-Nusantara menjadi sukma "persatuan nasional".

Proses menjadi Indonesia adalah sesungguhnya kerja coba-coba yang serius. Bukan saja proses ini melahirkan "pahlawan", tapi juga "pemberontak".

Bukan saja proses ini menobatkan sejumlah pemilik ide menjadi "tokoh bangsa" yang tampil dalam silabus sejarah, tapi juga pengusung ide yang teralpa dan bahkan terkubur karena pilihan ideologis yang kalah dalam pertaruhan. Ide-ide yang bertaruh dan diperjuangkan dengan keras kepala itulah yang membingkai wajah Indonesia yang terwariskan hingga kini.

"The Indonesian Idea" ini adalah proyek visual dengan ambisi menyambangi seluruh simpul, spektrum, nuansa seluruh semesta ide yang melahirkan rantai panjang tanpa putus ihwal keindonesiaan.

Empat ratus wajah dengan latar ide(ologi) dan praksis (kerja) di atas kanvas adalah ikhtiar menaikkan yang terinjak, memunculkan yang hilang, dan menyatukan yang terserak. "The Indonesian Idea" adalah ikhtiar atas ide-ide besar peradaban memaklumatkan keindonesiaan yang di satu sisi utuh, satu, berkemanusiaan, demokratik, dan dialogis; namun di sisi yang lain kebesaran yang ideal itu adalah ilusi.

Lewat "jalan cahaya" sebagai metode visual, simulasi dari ilusi itu menyadarkan kita betapa anugerah keragaman ide ini rapuh, goyah. Salah satu cara merawatnya adalah menampilkannya secara adil, berani, dan nondiskriminatif.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas