Ahok: 'Kasihan Lihat Sanusi'
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku kasihan dengan nasib mantan anggota DPRD DKI yang terjerat kasus suap reklamasi
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku kasihan dengan nasib mantan anggota DPRD DKI yang terjerat kasus suap reklamasi, Mohamad Sanusi.
Kondisi itulah yang diakui Ahok membuatnya mendekati Sanusi dan memberikan semangat saat digelarnya sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Senin (5/9/2016) pagi.
"Saya kenal baik kok. Dia kan sudah dipenjara, kasihan. Dideketin, kasih semangat sambil tepuk-tepuk tangan," ujar Ahok.
Pada sidang tadi pagi, Ahok dan stafnya Sunny Tanuwidjaja sempat menyapa Sanusi saat hakim menskors sidang. Ahok terlihat bangun dari kursinya dan menghampiri Sanusi.
Keduanya saling melempar senyum dan berjabat tangan. Ahok tampak merangkul pundak Sanusi yang menggunakan kemeja berwarna hitam. Setelah itu, Sanusi menghampiri Sunny dan berjabat tangan.
Mereka berdua juga "cipika-cipiki" bagaikan teman lama.Setelah itu, Sanusi keluar dari ruang sidang. Saat skors sidang akan dicabut, Sanusi kembai masuk ke ruang sidang. Sanusi sempat berjabat tangan kembali dengan Ahok dan Sanusi sebelum kembali duduk di tempatnya.
Sempat terjadi perdebatan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan kuasa hukum Mohamad Sanusi, Maqdir Ismail, dalam sidang kasus dugaan suap raperda reklamasi.
Perdebatan ini terjadi karena Basuki menilai Maqdir melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan.Awalnya, Maqdir mempertanyakan alasan Ahok (sapaan Basuki) menentukan tambahan kontribusi sebesar 15 persen.
Padahal, jika memang ada dasar hukumnya, Pemprov DKI bisa membuat tambahan kontribusi lebih besar dari 15 persen.
"Pak, 15 persen saja mau dihilangkan, apalagi kalau 30 persen. Saya sih maunya 99 persen," kata Ahok kepada Maqdir.
Maqdir pun mempertanyakan besaran NJOP yang digunakan oleh Pemprov DKI untuk menentukan tambahan kontribusi sebesar 15 persen.
Padahal, belum ada daratan di pulau reklamasi yang bisa ditentukan besar NJOP-nya.
Dengan demikian, seharusnya tidak ada acuan NJOP yang bisa digunakan Pemprov DKI untuk menentukan besarnya tambahan kontribusi.
Ahok kembali diminta penjelasan mengenai keinginannya atas tambahan kontribusi sebesar 15 persen.
Ahok mengatakan, Ketua Balegda DPRD DKI Mohamad Taufik telah membohongi anak buahnya dengan mengatakan bahwa dirinya setuju jika tambahan kontribusi itu dihapus.
Terkait hal ini, Maqdir sempat meminta kepada hakim untuk mengonfrontasi keterangan Taufik dan Ahok pada sidang lain. "Karena kami tidak mau forum pemanggilan saksi ini dijadikan lahan fitnah," ujar Maqdir.
"Justru yang fitnah duluan ini siapa?" ujar Ahok menimpali ucapan Maqdir.
Ahok juga sempat menyatakan keberatannya kepada JPU dan hakim atas pertanyaan Maqdir yang tidak relevan.
Hakim Ketua Sumpeno sempat menengahi dan menjelaskan bahwa kuasa hukum perlu mengetahui jawaban atas hal-hal yang mereka tanyakan.Maqdir juga bertanya soal hak diskresi Ahok.
Maqdir mempertanyakan alasan Ahok yang tidak menggunakan hak diskresi untuk memberi izin membangun di pulau reklamasi.Menurut Ahok, hal itu tidak bisa dilakukan.
"Saudara bela pengembang atau bela Sanusi? Nanti kalau pengembang gugat, silakan saudara bela," ujar Ahok kepada Maqdir.
Maqdir kembali bertanya mengenai alasan Ahok mematok besaran 15 persen NJOP untuk tambahan kontribusi.
Ahok pun semakin kesal. Dia sempat menyatakan keberatan kepada hakim atas pertanyaan-pertanyaan Maqdir.
"Pengembang saja enggak keberatan kok. Yang keberatan kan di Balegda," ujar Ahok.
"Saya mengatakan ini untuk membela Sanusi. Saudara tidak bisa mengarahkan saya," ujar Maqdir.
Maqdir sempat ingin melanjutkan pertanyaannya, tetapi tiba-tiba saja Ahok merapikan catatan yang dibawanya sehingga terdengar suara berisik. Maqdir langsung terdiam melihat Ahok yang sibuk sendiri saat dia mau bertanya.
"Ya teruskan saja, saya lagi beresin ini kok," ujar Ahok. "Anda tidak menghargai saya," ujar Maqdir.Ahok kemudian selesai merapikan catatannya. Dia berkata, meski sambil merapikan kertas-kertas catatannya itu, dia masih mendengar pertanyaan Maqdir.