Lulung Tuding Ahok Tebang Pilih, Tak Bisa Tertibkan Bangunan Mewah di Kemang
Lulung tantang Ahok menertibkan seluruh bangunan di bantaran kali, baik itu bangunan semi permanen atau bangunan mewah bersertifikat.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Lulung meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak tebang pilih dalam menegakan aturan normalisasi kali.
Lulung tantang Ahok menertibkan seluruh bangunan di bantaran kali, baik itu bangunan semi permanen atau bangunan mewah bersertifikat.
Sebab, untuk mengendalikan banjir di Jakarta, seluruh saluran dan kali harus dikembalikan seperti semula. Ahok, ucap Lulung, juga harus menjalin komunikasi dengan pemerintah kota atau kabupaten penyangga untuk mengendalikan banjir di Jakarta.
"Intinya komunikasi. Saya yakin Gubernur Ahok tidak mampu mengendalikan banjir. Komunikasi dia buruk, apalagi ke warga. Dia juga selalu tebang pilih dalam melakukan penertiban. Bangunan mewah bersertifikat di tanah negara mana ada yang dibongkar. Jadi dia mampunya gusur warga kecil saja," ujar Lulung saat dihubungi wartawan Minggu (11/9/2016).
Lulung menjelaskan, kegiatan penanganan banjir dan kemacetan setiap tahunya menjadi kegiatan prioritas.
Anggaranya mendapat porsi terbesar ketimbang kegiatan lainnya. Sayangnya, sejak kepemimpinan Ahok, anggaran tersebut tidak pernah terserap dan selalu dikembalikan. Misalnya saja dalam pembebasan lahan bangunan di bantaran kali.
Menurut Politisi PPP itu, warga bantaran kali ataupun pemukiman kumuh pada dasarnya mau dibebaskan apabila ada komunikasi dan sosialisasi yang jelas dari Ahok.
Tapi, lantaran sosialisasi hanya mengandalkan surat peringatan (SP) dan wacana di media, warga menjadi bingung dan mencoba mempertahankan tempat tinggalnya.
"Warga ini sadar bila salah menempati lahan negara dibantaran kali. Mereka juga tidak mau selalu terkena banjir. Harusnya Ahok bersama lurah atau camat setempat membuka dialog dua arah. Jadi penanganan banjir bisa cepat diselesaikan. Anggarannya ada kok," tutup Lulung.
Sedikitnya dua hotel dan satu kompleks pertokoan di Kemang, Jakarta Selatan, diduga melanggar garis sempadan sungai Kali Krukut. Jika terbukti, pemilik dan pengelola gedung-gedung, seharusnya membongkar bangunan yang melanggar tersebut.
Bangunan di bantaran Krukut, Kemang tersebut menduduki badan sungai dan memiliki sertifikat. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. PP tersebut menyatakan kehidupan manusia, seperti bangunan dan tempat tinggal harus berada di luar garis sempadan ini.