Polri Temukan Bukti Transfer dalam Kasus Permufakatan Makar
Ada indikasi perencanaan permufakatan jahat dengan menempatkan mobil komando untuk mengajak orang atau mempersiapkan orang yang akan dibawa ke DPR
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, kepolisian terus mengembangkan kasus dugaan permufakatan makar.
Dalam penelusuran, penyidik menemukan bukti baru dalam kasus ini.
"Kami temukan bukti transfer," kata Martinus di Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Martinus menuturkan, bukti transfer tersebut masih dalam penelusuran untuk mengetahui jumlah, penerima, dan sumber dana.
Bukti transfer itu, kata dia, akan memudahkan penyidik untuk mendapatkan konstruksi hukum adanya dugaan upaya permufakatan makar untuk menggulingkan pemerintah yang sah.
"Bukti lain akan diupayakan oleh penyidik," ucap Martinus.
Selain bukti transfer, Martinus menyebutkan adanya bukti dokumen yang menjadi catatan bagi penyidik.
Selain itu, juga terdapat video yang diunggah dan pemberitaan yang berisi ajakan makar.
"Kemudian, adanya indikasi yang mendukung terjadinya upaya perencanaan permufakatan jahat dengan menempatkan mobil komando untuk mengajak orang atau mempersiapkan orang yang akan dibawa ke DPR," ujar Martinus.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar sebelumnya mengatakan, kelompok ini berencana menggelar sidang istimewa untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.
Caranya ialah dengan menghasut massa yang mengikuti doa bersama pada Jumat (2/12/2016).
"Ada dugaan pemanfaatan massa untuk menduduki Kantor DPR RI dan berencana pemaksaan sidang istimewa yang kemudian menuntut pergantian pemerintahan," kata Boy.
Setelah dilakukan pemeriksaan selama lebih dari 20 jam di Markas Komando (Mako) Brimob, dari delapan tersangka hanya Sri Bintang Pamungkas yang ditahan. Bintang ditahan di Polda Metro Jaya bagian narkotika.
Delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan permufakatan makar adalah Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Ratna Sarumpaet, Adityawarman, Eko, Alvin, Sri Bintang Pamungkas dan Firza Huzein.
Mereka disangka melanggar Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP. (Kompas.com/ Lutfy Mairizal Putra)