Tahun 2017, Siapkah Jakarta Menerima Gubernur Baru?
Pengamat Politik Hendri Satrio memprediksi sejumlah hal yang akan menarik perhatian publik terkait situasi politik.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dinamika politik pada 2017 menarik untuk dinantikan. Pengamat Politik Hendri Satrio memprediksi sejumlah hal yang akan menarik perhatian publik terkait situasi politik.
Hal pertama yang menjadi perhatian Hendri terkait Pilkada DKI Jakarta. "Siapkah Jakarta menerima Gubernur Baru? Siapapun pemenang Pilgub Jakarta, tidak ada satupun dari peserta Pilgub yang pernah menang sebagai Gubernur Jakarta, termasuk Ahok yang hanya menang sebagai Wagub di Pilgub 2012 lalu," kata Hendri melalui pesan singkat, Selasa (3/1/2017).
Hendri juga menyoroti terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Menurutnya, hal tersebut merupakan topik yang paling dinanti. "Bagaimana Indonesia dan dunia menghadapi Trump di 2017 nanti?" tanya Hendri.
Kemudian, Hendri mengatakan isu perombakan kabinet yang akan diinisiasi Presiden merebak di akhir 2016. Menurut Hendri, isu tersebut tidak mungkin muncul begitu saja ke permukaan.
Ia mengingatkan sudah menjadi cirikhas Presiden Jokowi yang sering melempar isu ke masyarakat.
"Kemudian mempelajari reaksi masyarakat. Nah, untuk perombakan kabinet nampaknya rakyat mempersilahkan saja," kata Hendri.
Hendri juga memberikan catatan politik sepanjang tahun 2016. Pertama, terjadi dua kali pergantian ketua DPR-RI selama setahun. Ia berharap pergantian tersebut tidak pernah terjadi lagi.
"Kendati Ade Komarudin dan Setya Novanto keduanya adalah loyalis kuat Jokowi tapi nampaknya keberpihakan Jokowi lebih banyak ke Setya Novanto," kata Hendri.
Lalu, dukungan Jokowi di legislatif menguat tajam. Dengan bergabungnya PAN dan Golkar maka dukungan partai politik kepada pemerintah menjadi mayoritas.
Hendri menyayangkan dukungan kuat itu belum dengan maksimal dimanfaatkan Presiden Jokowi. "Mungkin bila Presiden kembali akan merombak kabinetnya kinerja maksimal kabinet berbasis parpol akan meningkat," kata Hendri.
Lalu, balada Archandra Tahar. Dimana, catatan sejarah terhadap Archandra akan terus diingat dalam sejarah perombakan kabinet. Archandra ketika diangkat sebagai menteri ESDM ternyata masih berpaspor Amerika Serikat.
"Mungkin Archandra lah satu-satunya WNA yang sukses menjadi menteri di negeri ini. Drama berakhir dengan diangkatnya Archandra sebagai wakil menteri ESDM mendampingi Ignasius Jonan yang sebelumnya sudah diberhentikan sebagai Menteri Perhubungan," tutur Hendri.
Hendri juga mengingatkan cakar Rajawali Ngepret terhenti di Kabinet Kerja. Diberhentikannya Rizal Ramli dari kabinet kerja, kata Hendri, banyak dicitrakan karena menteri senior ini dianggap berseberangan dengan kebijakan reklamasi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. "Presiden Jokowi yang memiliki hubungan dekat dengan Ahok dicitrakan terusik dengan cakar Rajawali yang terlalu tajam ini," ujar Hendri.
Adapula geliat Cikeas dan Gebrakan Kertanegara di Pilkada Jakarta. Ia menuturkan saat PDIP memutuskan untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama di Pilkada Jakarta banyak pihak sudah menganggap Pilkada di Ibukota sudah selesai. Tapi epicentrum Cikeas yang dikomandoi SBY dan epicentrum Kertanegara yang dipimpin Prabowo menolak memberikan kemenangan dini pada Ahok.
"Bila menangpun Ahok dicitrakan akan berkeringat dalam perhelatan Pilgub ini. SBY menyodorkan duet Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni sementara Prabowo mengusung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno," kata Hendri.
Hendri juga mengingatkan peristiwa Donald Trump mengalahkan Hillary Clinton di Pilpres Amerika Serikat. Kemenangan Trump menjadi catatan sendiri bagi politik dunia. "Akan menarik menunggu strategi Jokowi memanfaatkan ini apalagi sudah menjadi rahasia umum Trump memiliki beberapa teman dekat di Indonesia," kata Hendri.
Terakhir, Hendri menyebut aksi 411 dan 212. Menurutnya, Masyarakat Indonesia pasti tidak akan lupa dengan dua aksi ini. Akibat aksi ini pula lah rakyat Indonesia mulai melihat kemunculan tokoh-tokoh baru yang berpotensi menjadi tokoh nasional.
"Suka atau tidak suka Gatot Nurmantyo dan Habib Rizieq adalah nama baru yang muncul mentereng akibat dua aksi itu. Lantaran aksi inipulalah muncul isu dugaan makar kepada pemerintah. Kata "makar" sendiri sudah lama tidak terdengar sejak rezim Orde Baru tumbang. Aksi ini pulalah yang mencatatkan pergantian Ketua DPR kedua kali lantaran Ade Komarudin (Ketua DPR saat itu) yang dekat dengan kekuatan Islam dicitrakan tidak ideal bagi pemerintah," jelas Hendri.