Kisah Imang Maulana, menggali dan Memakamkan Jenazah yang Tidak Diketahui Identitasnya
Penggali kubur sebenarnya bukanlah pekerjaan yang diinginkannya saat ia berhijrah ke Jakarta dan ini sebagai pilihan terakhir
Editor: Eko Sutriyanto
Selama 19 tahun, suka duka sudah ia alami selama menjadi penggali kubur di TPU Pondok Ranggon.
Seperti pada saat ia harus membantu penggalian kembali jenazah warga negara Korea Selatan yang menjadi korban pembunuhan untuk diidentifikasi.
Jenazah datang dan sudah terlanjur dimakamkan di TPU Pondok Ranggon dengan status tunawan.
Namun, ternyata ada keluarga yang mencarinya.
“Diangkat, baunya sudah nggak karuan karena sudah membusuk, tapi bisa tuh diidentifikasi, ketahuan itu benar anggota keluarga mereka,” cerita pria berkaca mata yang juga menjadi salah satu penggali kubur makam pelaku teror bom JW Mariott yaitu Ibrohim, Syaifudin Zuhri, dan Ridwan.
Pengalaman mencium aroma jenazah yang tidak sedap juga kerap ia rasakan ketika meratakan tanah makam jenazah tunawan seusai hujan deras mengguyur.
Tanah makam, karena tidak ditanami rumput, biasanya longsor. Tidak jarang longsor menyebabkan permukaan makam kembali terbuka.
“Makam tunawan kan berbeda, hanya satu meter dalamnya. Kalau pas longsor yang sering tercium bau tidak sedap. Makanya kalau patroli terus kita melihat longsor harus segera diratakan lagi. Harapannya sih dikucurkan dana penanaman rumput supaya ada yang menahan tanah agar tidak longsor,” kata ayah tiga anak ini.
Sebagai orang yang sehari-hari melihat kondisi area pemakaman untuk para tunawan Imang berharap perhatian yang lebih besar diberikan oleh pemerintah. Setidaknya untuk perawatan makam. (Kompas.com/Sheila Respati)
Editor
: Sabrina Asril