Hanura Yakin Nasib Hak Angket Ahok Gate Tak akan Berlanjut
Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana menilai usulan hak angket Ahok tersebut tidak berguna dan menimbulkan kegaduhan.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Hanura menolak hak angket Ahok Gate. Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana menilai usulan hak tersebut tidak berguna dan menimbulkan kegaduhan.
"Hak angket tidak pada tempatnya. Ini kan bukan persoalan yang berdampak luas pada seluruh masyarakat. Ini kan hanya berhubungan dengan persoalan calon DKI. Yang di dalamnya ada perbedaan penafsiran hukum," kata Dadang melalui pesan singkat, Selasa (14/2/2017).
Dadang mengatakan Mendagri Tjahjo Kumolo melihat Ahok masih dapat melanjutkan kembali jabatan Gubernur DKI karena pasal yang didakwakan ada dua yaitu pasal 156 dan 156a.
Terdapat ancaman hukuman paling lama 4 tahun dan ada yang 5 tahun.
"Mendagri menganggap sebelum ada tuntutan resmi jaksa mana pasal yang dijadikan tuntutan maka pemberhentian sementara kepada BTP (Basuki Tjahaja Purnama) sebagai terdakwa sebagaimana diatur oleh Pasal 83 ayat 1 belum terpenuhi," kata Dadang.
Sedangkan yang lain, ujar Dadang, menganggap bahwa seharusnya Presiden Jokowi memberhentikan sementara Ahok dari jabatan gubernurnya.
Baca: 93 Anggota DPR Dukung Pansus 'Ahok Gate'
"Jadi terjadi perbedaan pendapat," kata Dadang.
Menurut Dadang, persoalan Ahok yang tidak dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI hanyalah perbedaan penafsiran karena tidak ada dugaan jelas pelanggaran UU.
"Nanti kita lihat di paripurna. Saya yakin nasib Hak Angket tidak akan berlanjut," kata Dadang.
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, Fraksi Gerindra sepakat untuk mengajukan pansus angket Ahok Gate.
Usulan tersebut dikeluarkan karena melihat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) masih boleh menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, padahal masih jadi terdakwa dalam kasus penistaan agama.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Fadli Zon mengatakan pansus angket Ahok Gate digulirkan karena pemerintah telah melanggar UU no.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat (1) dan ayat (3).
Dalam hal ini saat seorang kepala daerah ditetapkan sebagai terdakwa maka yang bersangkutan harus diberhentikan sementara dari jabatannya hingga kasusnya memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).