Bentrok dengan Jadwal Kampanye, Sandiaga Uno Belum Pasti Penuhi Panggilan Polisi
Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno belum pasti penuhi panggilan Kepolisian Daerah Metro Jaya
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno belum pasti penuhi panggilan Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Selasa (20/3/2017).
Penasehat Hukum Sandiaga, Yupen Hadi mengatakan, pihaknya baru menerima surat pemanggilan dari Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya soal kasus dugaan penggelapan aset tanah.
"Saya baru terima suratnya tadi pagi," ujar Yupen saat dikonfirmasi, Senin (20/3/2017).
Yupen mengatakan, belum berdiskusi dengan Sandiaga soal pemanggilan tersebut. Yupen menyampaikan Sandiaga belum tentu akan memenuhi pemanggilan polisi. Pasalnya, Sandiaga sudah ada rencana untuk melakukan serangkaian kampanye.
"Iya belum pasti. Karena kan beliau (Sandiaga) mesti menyesuaikan diri dengan program kampanye yang sudah disusun. Tidak mungkin tiba-tiba harus dibatalkan," ujar Yupen.
Kemungkinan Sandiaga tidak hadir dalam pemeriksaan, karena surat pemanggilan baru diterima tim penasehat hukum. Yupen belum mau menanggapi perihal kasus penggelapan atas penjualan tanah yang diduga melibatkan Sandiaga.
"Saya belum bisa komentar dulu. Kan ini perlu klarifikasi dulu ke mas Sandi dan pengacara perlu pendalaman kasusnya. Nanti kalau sudah jelas, baru kami akan tanggapi," ujar Yupen.
Dalam surat laporan polisi bernomor LP/1151/III/2017/PMJ/Dit Reskrimum, Djoni menuduhkan pelapor dengan dugaan pelanggaran Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, penyidik memanggil Sandiaga pada Selasa (21/3/2017).
"Klarifikasi saja. Statusnya penyelidikan. Kan' memeriksa saksi-saksi," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2017).
Kasus ini bermula, ketika Sandiaga dan Andreas Tjahyadi berencana menjual asset tanah PT Japirex seluas sekitar 6 ribu meter persegi yang berlokasi di jalan Curug Raya KM 3.5 Tangerang Selatan.
Di belakang tanah asset PT Japirex itu terdapat tanah seluas 3 ribu meter persegi milik Djoni Hidayat. Diketahui Djoni Hidayat juga tercatat sebagai manajemen di PT Japirex.
Tanah 3 ribu meter milik Djoni itu adalah tanah titipan dari mendiang Happy Soeryadjaya yang tak lain adalah istri pertama dari konglomerat Edward Soeryadjaya. Sandiaga dan Andreas mengajak Djoni untuk ikut menjual tanahnya dengan iming-iming akan ada keuntungan dengan penjualan itu.
Akhirnya lahan seluas 9 ribu meter persegi itu terjual seharga Rp 12 miliar pada tahun 2012 lalu. Tapi, Djoni hanya menerima Rp 1 miliar hingga pihaknya membuat laporan ke Polda Metro Jaya. Pihak mendiang Happy Soeryadjaya mengaku tak pernah menerima pembagian uang hasil penjualan tanah tersebut.
Djoni yang diwakilkan kuasa hukumnya RR Fransiska Kumalawati Susilo melaporkan Sandiaga dan Andreas Tjahyadi pada 8 Maret 2017.