Tarif Parkir Diusulkan Lebih Mahal untuk Tekan Kemacetan
Menurut ITDP Indonesia, semakin mudah dan murah parkir maka orang-orang makin tidak takut untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Longgarnya aturan tentang parkir dinilai Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia sebagai salah hal penyebab kemacetan di Jakarta yang tak kunjung berkurang.
Menurut ITDP Indonesia, semakin mudah dan murah parkir maka orang-orang makin tidak takut untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Oleh karena itu, ITDP Indonesia melihat solusi paling mudah dan cepat untuk bisa segera diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta adalah dengan tidak lagi memurahkan tarif parkir.
"Katakanlah misalnya kebijakannya semakin dekat ruang parkir dengan pusat kota dan stasiun transportasi umum maka tarifnya bisa lebih tinggi," tutur Ketua ITDP Indonesia Yoga Adiwinarto, kepada KompasProperti, Selasa (21/3/2017).
Selain itu, lanjut Yoga, dengan membuat tarif parkir lebih mahal, maka tak ada lagi gedung-gedung perkantoran yang memiliki kebijakan menyubsidi parkir karyawannya.
Hal itu sendiri disayangkan Yoga karena kebanyakan pekerja kantoran di Jakarta bertindak sebagai single occupant atau satu kendaraan yang hanya diisi satu orang saja.
Kendati demikian, Yoga melihat pemerintah baik pusat maupun Provinsi DKI Jakarta sudah memiliki arah cukup baik dengan membangun sarana transportasi baru semacam moda raya terpadu (MRT) dan moda transportasi ringan (LRT).
"Namun, saya pikir jangan cuma investasi besar di sana saja, tetapi perlu ada juga komitmen kuat pemerintah dalam penegakan aturan terkait transportasi umum seperti benar-benar melarang kendaraan lain masuk ke jalur busway," jelasnya.
Maka dari itu, Yoga menilai aturan atau kebijakan tentang parkir akan menjadi satu hal yang bisa "memukul" para pengguna kendaraan pribadi di samping pembangunan sarana transportasi umum yang lebih baik lagi.
"Artinya begini, saya pikir aturan baru tentang parkir jauh lebih efektif dan lebih tepat karena tidak memerlukan investasi besar melainkan hanya regulasi," ucap Yoga.
Yoga mengemukakan pendapatnya tersebut terkait efektivitas kehadiran Simpang Susun Semanggi serta pembangunan Jalan Layang Non Tol di Jakarta.
Pembangunan Simpang Susun Semanggi sendiri mengalami perkembangan fisik signifikan. Jalur melingkar dari arah Jl S Parman maupun Jl Gatot Subroto ke arah Blok M dan Sudirman sudah menampakkan bentuknya.
Selain Yoga yang meragukan efektivitas infrastruktur tersebut adalah Ketua IAP DKI Jakarta Reza Firdaus.
Reza bahkan memandang Simpang Susun Semanggi merupakan strategi mengurai kemacetan yang sudah usang.