Masyarakat Ribut di Medsos Karena Masih Berperilaku Konservatif
Masyarakat Indonesia melewati beberapa fase dan langsung melompat ke era digital
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertikaian antarpendukung pasangan kepala daerah di Indonesia di media sosial ternyata salah satu faktornya adalah perilaku masyarakat Indonesia yang masih konservatif.
Masyarakat Indonesia melewati beberapa fase dan langsung melompat ke era digital yang tidak dikuti oleh kesiapan perilaku atau sikap warganya.
Indonesia terpapar dunia digital Eropa yang masyarakatnya suap siap.
Padahal sebelum erapa digital, masyarakat Eropa sebelumnya telah mengalami berbagai fase mulai dari relijius dan berakhir pada abad 15 kemudian aufklarung dan fase tulisan.
"Sangat sistematis, kita dari masyarakat lisan, lompat langsung ke masyarakat digital. Jadi 'casing' bajunya digital, pola perilakunya masih sangat konservatif," kata pengamat sosial Devie Rahmawati saat diskusi bertajuk 'Mengobati Luka Pilkada' di Menteng, Jakarta, Sabtu (22/4/2017).
Masyarakat yang masih berperilaku konservatif tersebut tiba-tiba memiliki perangkat teknologi yang canggih dan maju dan memiliki akun media sosial.
Di era digital tersebut, alih-alih berperilaku modern, masyarakat tetap mencerminkan sikap konsevatif sehingga perbedaan pandangan politik menimbulkan lawan dan kawan.
"Tapi kemudian mereka memiliki senjata begitu 'advanced' begitu maju, sosial media tadi," kata Devie.
Di Indonesia intelektualitas tidak berbanding lurus dengan perilaku di media sosial.
Amerika Serikat saja yang sudah melek atau memiliki pemahaman lebih lanjut masih 'bertikai' di media sosial yang merembet ke dunia nyata saat pemilihan presiden lalu.
"Faktanya Amerika yang rata-rata lulusan SMA, sedangkan kita menurut data World Bank, 70 persen maksimal SMP, ternyata punya pola yang sama," kata dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia itu.