Ahok Ditegur Hakim Saat Bacakan Pleidoi
Nemo memerintahkan ikan-ikan di dalam jaring untuk berenang ke dasar laut atau melawan arah jaring yang mulai ditarik ke kapal
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, ditegur majelis hakim pada sidang di Aula Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4) siang. Ahok ditegur karena menceritakan pengalamannya menerima rombongan siswa TK di kantor Gubernur DKI.
"Saudara terdakwa, saudara jangan keluar dari apa yang saudara baca. Karena yang Anda baca itu ditulis di situ," tegur Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.
Ahok ditegur setelah menceritakan pengalamannya menerima siswa TK di kantornya. Saat itu, ada siswa TK yang bertanya mengapa Ahok selalu ribut dengan orang lain.
Ahok mengaku kesulitan menjawab pertanyaan tersebut. Ahok kemudian meminta stafnya memutar film Finding Nemo.
"Di sana ada adegan ikan ketangkap jaring. Nemo lihat itu dan mau menolong dori dan ikan lainnya," kata Ahok.
Nemo memerintahkan ikan-ikan di dalam jaring untuk berenang ke dasar laut atau melawan arah jaring yang mulai ditarik ke kapal. Akhirnya tali jaring putus dan kawanan ikan itu terbebas.
"Saya jelaskan ke anak-anak, di negeri ini ada sekelompok orang yang memang salah arah, korupsi merajalela dan anggaran dipermainkan. Mau enggak mau, saya mesti teriak dong kalau orang-orang itu arahnya salah," kata Ahok.
"Sekalipun kita melawan arus semua, asal kita sendiri jujur mungkin tidak ada yang terima kasih sama kita. Kita juga tak peduli karena Tuhan yang hitung, bukan kita. Ini pelajaran dari film Finding Nemo. Jadi orang nanya ke saya, kamu siapa? Saya hanya ikan kecil, Nemo, di Jakarta," kata Ahok.
Sidang kasus penodaan agama yang terdakwanya Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, kembali digelar di Aula Kementerian Pertanian di Jakarta Selatan, Selasa siang. Agenda sidang adalah pembacaan nota pembelaan atau pleidoi.
Ahok membacakan pleidoi yang bagian awalnya adalah kutipan dari wartawan senior dan pendiri majalah Tempo, Goenawan Mohamad.
"Saya ingin menegaskan bahwa selain saya bukan penista dan penoda agama, saya juga tidak menghina suatu golongan apa pun," kata Ahok. "Izinkan saya mengutip tulisan Goenawan Mohamad," imbuhnya.
"Stigma itu bermula dari fitnah. Ia tak menghina agama Islam, tapi tuduhan itu tiap hari diulang-ulang; seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman, dusta yang terus-menerus diulang akan jadi 'kebenaran'," kata Ahok.
"Kita mendengarnya di masjid-masjid, di media sosial, di percakapan sehari-hari, sangkaan itu menjadi bukan sangkaan, tapi sudah kepastian," lanjutnya.
"Walhasil, Ahok diperlakukan tidak adil dalam tiga hal: difitnah, dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, diadili dengan hukum yang meragukan," katanya.
Ahok juga mengutip tulisan Goenawan Mohamad, yang ditulis sesudah Pilkada 19 April 2017.