Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengusaha Reklame Minta Kepastian Hukum dari Pemerintah

Didi juga mengkritisi soal ketatnya peraturan yang melarang pemasangan tiang reklame di beberapa lokasi strategis di Ibu Kota.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pengusaha Reklame Minta Kepastian Hukum dari Pemerintah
IST
ILUSTRASI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengusaha reklame di Jakarta meminta adanya kepastian hukum dari Pemprov DKI mengenai kelangsungan bisnis mereka.

Pasalnya setelah Peraturan Gubernur (Pergub) No. 244 Tahun 2015 disahkan, para pengusaha reklame konvensional rata- rata mengalami kerugian dan terancam gulung tikar.

“Bisnis papan reklame di Jakarta menurun hampir 60%. Selain karena kondisi perekonomian yang menyebabkan anggaran media luar ruang di potong sampai 60%, pajak reklame juga tinggi sehingga target pun tidak mencapai 60%,” ujar Ketua Serikat Pengusaha Reklame Jakarta (SPRJ), Didi O Affandi.

Didi juga mengkritisi soal ketatnya peraturan yang melarang pemasangan tiang reklame di beberapa lokasi strategis di Ibu Kota.

Padahal menurutnya iklan- iklan yang dipasang lewat layar LED pun sebenarnya telah melanggar peraturan. Karena layar tersebut pun memakai tiang konstruksi.

“Aturannya ketat tidak boleh konstruksi tiang tumbuh, bolehnya menempel di dinding. Padahal, hampir dipastikan LED yang menempel di dinding sendiri telah melanggar aturan karena kebanyakan mereka memakai tiang konstruksi tumbuh yang ditempel di dinding lalu dilapisi alocabone untuk mengelabui izin dikamuflase padahal menyalahi aturan,” jelas Didi.

Atas hal tersebut Didi meminta agar Pemprov DKI bisa berlaku adil dan memikirkan nasib kelompok pengusaha reklame konvensional.

Berita Rekomendasi

“Saran kami Pergub No. 244 Tahun 2015 harus direvisi,” imbuhnya.

Selama ini lanjut Didi, bisnis reklame menjadi salah satu indikator geliat ekonomi, dimana kontribusi kepada pemerintah terkait pajak cukup signifikan.

Selain itu tayangan reklame yang berkelanjutan dikatakannya juga turut mendorong adanya interaksi dari masyarakat untuk melakukan tindakan ekonomi yang memberi sumbangsih bagi pemasukan pajak negara.

“Misalnya, ketika mereka jadi membeli rumah karena melihat penawaran di papan reklame, atau pergi ke restoran setelah melihat reklamenya, dan lain sebagainya. Aktivitas tersebut otomatis akan kena pajak penjualan,” terang Didi.

Terakhir Didi menyarankan bahwa Pergub yang akan direvisi jangan memaksakan pemakaian layar LED pasalnya produk tersebut belum diproduksi di dalam negeri melainkan harus diimpor dari Tiongkok.

“Pergub jangan memaksakan pemakaian LED biar pasar atau industri yang memilih LED atau konvensional secara alamiah karena ada juga reklame yang backlite, artinya bersinar dari dalam,” pungkas Didi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas