Pengamat : Jangan Main Rekrut Pak Ogah, Ketentuan Harus Jelas Dulu
Belakangan ini kerap terdengar desas desus mengenai perekrutan 'pak ogah' oleh Pemprov DKI Jakarta demi memperlancar kemacetan lalu lintas.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan ini kerap terdengar desas desus mengenai perekrutan 'pak ogah' oleh Pemprov DKI Jakarta demi memperlancar kemacetan lalu lintas.
Azas Tigor Nainggolan, pengamat transportasi, mengatakan akan lebih baik untuk jangan asal main rekrut 'pak ogah' apabila belum ada ketentuan yang jelas, Minggu (23/7/2017).
"Menurut saya bagus saja kalau mereka memang pada akhirnya membantu mengurai kemacetan. Tapi ya itu ketentuannya harus jelas dulu," ujar Tigor saat dihubungi Tribunnews.com.
Jika belum ada peraturan yang secara jelas mengatur hal ini, Tigor menyarankan perekrutan 'pak ogah' ditunda hingga ada kejelasan.
"Harus tahu nanti mereka begini cuma sementara atau gimana, mereka tugasnya apa, fungsi mereka kira-kira membantu atau malah merugikan, semacam itu lah," kata Tigor.
Tigor sendiri merasa 'pak ogah' pada umumnya membantu di jalan, namun kadangkala mereka hadir pada tempat yang tidak diperlukan.
Menurut dia, ada persimpangan atau jalan yang sudah lancar dan tak memerlukan mereka, namun mereka justru hadir untuk 'mencari' uang.
Ia mengharapkan apabila memang perekrutan ini terealisasi nantinya, agar 'pak ogah' ditempatkan memang pada pos-pos yang membutuhkan.
Diberitakan sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya berencana merekrut 'pak ogah' untuk mengatur lalu lintas di wilayah ibu kota.
Kemacetan yang meningkat karena pembangunan infrastruktur serta dirasa belum cukupnya personel untuk membantu mengurangi kemacetan lalu lintas, menjadi alasan perekruta ini.
Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Halim Pagarra menyatakan akan ada julukan baru bagi mereka yaitu Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas (Supertas).
"Mereka akan menggunakan seragam, dan diupah juga. Dananya dari Corporate Social Responsibility (CSR)," ujar Halim di Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (21/7/2017) lalu.
Meski isu ini sudah gencar, namun konsep ini masih belum terealisasikan dan masih dalam tahap penggodokan.