Seruan Gubernur Djarot Soal Penggunaan Elpiji Bersubsidi Jadi Teladan Pelayanan Publik
Brando yang juga menjadi narasumber dalam sosialisasi mengatakan, pengaturan distribusi Elpiji bersubsidi 3 Kg di wilayah memang tidak mudah.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Larangan Gubernur DKI terkait penggunaan elpiji bersubsidi dinilai menjadi teladan pelayan publik. Perlu gerakan moral bersama bagi masyarakat mampu tidak lagi menggunakan elpiji bersubsidi.
Seruan Gubernur DKI Jakarta No.6/2017 didukung penuh oleh Asosiasi Pengusaha Elpiji yang tergabung dalam Hiswana Migas DKI. Sosialisasi Seruan Gubernur DKI ini digelar di 44 Kecamatan seluruh Jakarta.
Seruan Gubernur DKI Jakarta No.6/2017 berisi Pelarangan bagi PNS/CPNS serta masyarakat mampu di wilayah DKI Jakarta menggunakan Elpiji bersubsidi yang peruntukkan nya bagi rakyat miskin dan dananya disubsidi APBN
"Seruan Gubernur ini tidak hanya langkah yang berani tapi juga menjadikan pelayan publik (PNS DKI Jakarta) teladan di masyarakat. Karena semangat pelarangan menggunakan elpiji bersubsidi berarti secara langsung Pak Gubernur Djarot memberi kesempatan warga miskin mendapatkan kesempatan lebih besar untuk menerima subsidi elpiji," kata Brando Susanto Korwil Pengusaha Elpiji di rayon DKI Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Brando yang juga menjadi narasumber dalam sosialisasi mengatakan, pengaturan distribusi Elpiji bersubsidi 3 Kg di wilayah memang tidak mudah.
Hal itu terjadi karena awalnya pemerintah pusat memang hanya berniat mengganti konsumsi minyak tanah, sehingga lebih ramah lingkungan dan lebih murah.
Terbukti, kata Brando, program ini cukup sukses setelah 10 tahun berjalan pasca konversi. Walaupun kini masalah baru muncul dengan quota subsidi yang yang diperkirakan menembus Rp 40 triliun dalam realisasi APBN 2017.
Problem keterbatasan kuota dan anggaran subsidi APBN, masih ditambah lagi belum diperbaharuinya Permen ESDM No.26/2009, khususnya terkait harga jual Pertamina dan peruntukan masyarakat yang berhak menerima subsidi.
"Terkait Permen ESDM ini banyak pihak menyarankan agar disparitas harga elpiji bersubsidi dengan non subsidi jangan terlalu jauh," katanya.
Brando mengatakan, banyak pelaku usaha dan kalangan masyarakat khususnya perkotaan meminta Pemerintah berani mengambil langkah tidak populis dengan menaikkan harga elpiji yang artinya mengurangi subsidi.
Pilihan ini dianggap paling rasional, sekaligus menutup celah penyimpangan yang selama ini jadi momok saat terjadi kelangkaan gas di masyarakat.
"Tingkat penyimpangan penggunaan elpiji di masyarakat akan selalu besar bila perbedaan harga terlalu besar antara yang Subsidi dan Non Subsidi. Idealnya harga di masyarakat utk yg 3kg itu 25.000-30.000, mendekati harga per kg untuk kemasan non subsidi 5.5kg dan 12kg," kata Donny Arnaldi Wakil Ketua Hiswana Migas DKI Jakarta bidang Elpiji.
Turut mendampingi acara sosialisasi Seruan Gubernur ini juga perwakilan PT. Pertamina Roby C Djasmi, yang menawarkan solusi produk Bright Gas 5,5 Kg yang baru, aman dan enteng untuk ibu-ibu rumah tangga.
Selain menjelaskan Bright Gas, Pertamina juga memberikan penjelasan tips keselamatan untuk penggunaan elpiji di rumah.
Tokoh masyarakat tingkat kecamatan dan kelurahan serta RW cukup antusias mengikuti sosialisasi ini. Para peserta diharapkan bisa menjadi juru bicara bagi warga disekitarnya, khususnya masyarakat mampu agar tidak menggunakan elpiji 3 Kg bersubsidi serta mengedepankan keselamatan saat menggunakan Elpiji di rumahnya masing-masing.